Jakarta, Aktual.com – Tewasnya Angeline dengan cara tidak wajar terungkap ketika pihak kepolisian menemukan jasadnya di belakang rumah ibu angkatnya, di Bali.
Ketua Majelis Taklim Al Fatimah Inggrid Kansil mengatakan bahwa Indonesia belum memiliki peraturan yang cukup detail dalam adopsi anak, terutama perlindungan anak setelah diadopsi.
“Terkait dengan (mekanisme) adopsi anak kita sendiri belum memiliki peraturan yang cukup detail mengatur hak adopsi, hak apa yang harus dimiliki orang tua aslinya, kemudian hak anak adopsi itu sendiri juga belum ada,” kata Inggrid saat berbincang, di Jakarta, Jumat (12/6).
Menurut dia, sejak direvisi Undang-Undang perlindungan anak No. 35 Tahun 2014, belum ada aturan teknis dalam bentuk turunan peraturan pemerintah.
Seharusnya, Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak dapat memasukan peraturan adopsi yang lebih detail di dalamnya.
“Tapi kalau dilihat dari kacamata Islam sendiri, bila mengangkat anak. Anak yang diangkat berhak tahu dan dikenalkan dengan orang tua aslinya, demikian orang tuas aslinya pun berhak untuk melihat pertumbuhan anaknya,” ucap wanita yang pernah duduk sebagai anggota Komisi VIII DPR RI itu.
Politikus Demokrat itu juga mengatakan bahwa tidak ada istilah pemutusan nashab (garis keturunan) ketika seorang anak diadopsi oleh pihak kedua. Sebab, anak bukan barang yang mudah saja dipindah tangankan hak pengasuhannya.
“Kalau dilihat kasus angeline memang sedari awal prosedur adopsinya harus dilihat dulu. Apakah ini legal atau tidak? Dalam artian apakah pengadopsian ini sudah melalui pengajuan di pengadilan untuk permohonan hak asuh/adopsi,” serunya.
“Maka ini perlu diusut kepolisian, jangan sampai ini juga masuk ke dalam perdangan anak dan ini yang kita khawatirkan. Maka, melihat kasus angeline bukan hanya dari kacamata kekerasan pada anak, namun juga status hukum adopsinya,” tandas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang