Jakarta, Aktual.com — Rencana pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang akan memberikan relaksasi (kelonggaran ekspor mineral mentah) ke perusahaan pertambangan menuai pro dan kontra dari berbagai elemen masyarakat.
Sebagian menilai, jika relaksasi ekspor tersebut diputuskan dan menjadi bagian dari poin yang direvisi dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, maka pemerintah dianggap hanya membela kepentingan asing.
Pengamat Pertambangan, Yusri Usman mengungkapkan, sangat aneh alasan pemerintah ingin membuka kran eskpor mineral mentah.
Ia membeberkan, dari 88 perusahaan yang serius membangun smelter, sudah lebih dari separuhnya dengan progres di atas 70 persen, dan bahkan ada yang sudah 100 persen. Sebahagian besar rata-rata sudah di atas 30 persen, kecuali yang tidak beritikad baik seperti PT Freeport Indonesia dengan Newmont masih 11,5 persen.
“Jadi wacana membuka ekspor mineral mentah oleh Sudirman Said diduga hanya kepentingan asing dengan menggunakan elit-elit menekan petugas partai yang bisa mengendalikan Sudirman Said. Tindakan ini jelas-jelas penghianatan terhadap UUD 1945 pasal 33,” papar Yusri kepada aktual.com, Senin (29/2).
Yusri menuturkan, wacana kebijakan relaksasi ekspor hanya akan menghancurkan program hilirisasi di sektor tambang yang sudah dicanangkan sejak tahun 2009. Tidak adanya kepastian hukum dan perlindungan bagi investor yang beritikad baik dan patuh terhadap peraturan perundang-undangan dalam membangun smelter.
“Jadi omong kosong saja kalau kita ingin mengundang investor untuk melakukan investasi kalau kepastian hukumnya gak ada, sama saja kita menggorok investor yang beritikad baik untuk membela investor yang beretika buruk,” tegasnya.
“Ini buka permufakatan jahat, tetapi perbuatan jahat terhadap konstitusi,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan