Sydney, Aktual.com – Perdana Menteri Malcolm Turnbull, Senin (29/1), mengatakan bahwa pembuat peralatan militer Australia akan ditawari pinjaman pemerintah sebagai bagian dari pinjaman Rp41,8 triliun untuk menjadi salah satu dari 10 eksportir terdepan di dunia.

Pada 2016, Australia mengatakan bahwa itu akan meningkatkan belanja pertahanan sebesar Rp328 triliun pada 2021, dengan pembelian fregat, kendaraan lapis baja pengangkut pasukan, jet tempur, pesawat nirawak dan armada baru kapal selam.

Industri pertahanan berjuang mendapatkan pembiayaan dari pemodal tradisional, yang tidak bersedia mendanai industri persenjataan, sehingga Australia menciptakan skema pinjaman senilai Rp41,8 triliun untuk perusahaan pencari pembiayaan ekspor.

“Australia berada di sekitar eksportir terbesar ke 20. Dengan ukuran anggaran pertahanan kami, seharusnya kami berada di posisi lebih tinggi dari itu,” kata Turnbull kepada wartawan di Sydney.

“Tujuannya adalah masuk ke 10 besar,” katanya.

Menteri Industri Pertahanan Australia Christopher Pyne mengatakan negaranya akan menargetkan penjualan ke Amerika Serikat, Kanada, Inggris dan Selandia Baru.

Anggaran pertahanan tahunan Australia bernilai sekitar Rp388 triliun tahun ini.

Skema ini juga dimaksudkan untuk menangkap peluang di sektor manufaktur Australia dan memberikan dukungan bagi ekonominya, yang telah terhambat oleh pertumbuhan upah yang rendah.

Australia mencetak rekor jumlah pekerjaan yang diciptakan pada 2017, namun sektor manufakturnya telah menyusut secara signifikan setelah berakhirnya manufaktur mobil domestik.

Pekerjaan di bidang manufaktur mencapai puncaknya pada pertengahan tahun 1989 dengan sekitar 1,17 juta pekerja atau 15 persen dari keseluruhan angkatan kerja. Kini telah menyusut menjadi 877.000 pekerja atau tujuh persen pada akhir tahun lalu.

Australia telah melihat gelombang pekerjaan baru namun perusahaan tidak tertarik untuk membayar karyawan lebih banyak, membiarkan pertumbuhan upah mendekati rekor terendah.

Rencana ekspansi Australia datang di tengah meningkatnya permintaan global akan perangkat keras militer yang memicu kritik terhadap Canberra dari badan-badan bantuan yang berpendapat bahwa Australia dapat membuat pelanggaran hak asasi manusia lebih buruk lagi jika menjual senjata kepada pihak yang salah.

Pengamat mengatakan Australia perlu memperluas penjualan melampaui mitra tradisionalnya secara signifikan untuk memenuhi ambisinya.

“Ada kemungkinan, tapi saya ragu minat AS terutama akan melampaui kemampuan ceruk itu,” kata Euan Graham, Direktur Program Keamanan Internasional di “Australia Lowy Institute”.

ANT

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara