Jakarta, Aktual.com – Ketua Tim Kuasa Hukum Koalisi Masyarakat Sipil, Bisman Bhaktiar menyampaikan 6 argumentasi gugatan atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 serta aturan turunnya berupa Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 5 tahun 2017 dan Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017.

Pertama ujarnya, ketentuan tentang dibolehkanya Pemegang IUP Operasi Produksi melakukan penjualan ke luar negeri tanpa melakukan pemurnian di dalam negeri (Pasal 112C angka 4 PP 1/2017) merupakan pelanggaran terhadap Pasal 102 dan Pasal 103 UU Minerba No 4 Tahun 2009.

“Menurut UU Minerba hasil tambang mineral harus dilakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebelum dijual ke luar negeri,” katanya secara tertulis, Kamis (30/3).

Kemudian Pemberian izin ekspor terhadap mineral yang belum dilakukan pengolahan dan pemurnian (Pasal 10 Permen 5/2017 jo. Pasal 2 Permen 6/2017) Bertentangan dengan UU Minerba karena berisi Pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan ekspor paling lama 5 tahun, dengan kondisi setelah memenuhi kebutuhan domestik (min. 30% total kapasitas smelter) nikel dengan kadar di bawah 1,7% dapat dieskpor dan Wash Bauxite ≥42% dapat dieskpor dengan jumlah tertentu.

Pengaturan tersebut yang memperbolehkan ekspor dengan batasan tertentu, menurutnya merupakan pelanggaran norma wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 102 dan 103 UU Minerba.

Ketiga, Pengaturan tentang pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam bentuk Peraturan Menteri merupakan pelanggaran terhadap UU Minerba dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Adapun hal yang ke empat, Permen ESDM No. 5/2017 dan Permen ESDM No. 6/2017 dianggap bertentangan dengan Pasal 5 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan karena melanggar asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik.

Selanjutnya, proses dan Tahapan Pembentukan Permen 5/2017 dan Permen 6/2017 dikatakan bertentangan dengan UU 12/2011. Alasannya, Kedua Permen tersebut sebagai turunan atau aturan pelaksanaan dari PP 1/2017 ditetapkan dan diundangkan secara bersamaan dengan PP 1/2017 pada hari yang sama tanggal 11 Januari 2017.

“Bagaimana mungkin Permen 5/2017 dan Permen 6/2017 sebagai aturan turunan atau delegasi dari PP 1/2017 yang dalam proses pembentukannya harus merujuk pada PP 1/2017 tetapi pada kenyataannya keluar bersamaan dengan PP 1/2017. Hal ini melanggar Pasal 1 angka 1 UU 12/2011 karena proses pembentukan peraturan seharusnya melalui tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan, serta Pasal 5 huruf g yang menyatakan, dalam membentuk Peraturan harus berdasar asas keterbukaan, yakni seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan” ujarnya.

Terakhir, Perubahan Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi (Pasal 17 angka 2 Permen 5/2017) dianggap bertentangan dengan UU Minerba.

“Perubahan Kontrak Karya menjadi IUPK hanyalah akal-akalan Pemerintah agar pemegang Kontrak Karya masih dapat melakukan ekspor mineral mentah dan menghindari Pasal 170 UU Minerba yang mewajibkan pemurnian di dalam negeri. IUPK yang diatur dalam Permen ESDM tidak seperti yang dimaksud oleh UU Minerba yang diberikan di Wilayah Pencadangan Negara (WPN) yang dijadikan Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK) dengan persetujuan DPR RI,” tandasnya.

Laporan: Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan