Romahurmuziy

Yogyakarta, Aktual.com-Demokrasi Indonesia pada era reformasi diliputi suasana naik dan turun, seiring dengan penyempurnaan dan penataan lembaga negara yang ada. Disisi lain Demokrasi Indonesia kerap dibayangi destabilitasi, sejalan pendapatan per kapita nasional yang kini masih di bawah angka US$ 4.000 angka empirik sesuai studi lintas negara yang merupakan batas stabilitas demokrasi.

Seperti diakatakan Ketua Umum PPP Romahurmuziy pada Sidang Konsolidasi Keilmuan Pasca Sarjana yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Pasca Sarjana di Gedung Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Jumat (15/9).

Romi, demikian sapaan akrabnya, menguraikan sembilan megatrend, atau proyeksi sembilan kecenderungan politik nasional, sepanjang lima pemilu ke depan.

Pertama, dengan adanya penguatan konservatisme, dengan ditandai terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS, keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), dan digelarnya aksi demo 212 yang kemudian berlanjut dengan pertentangan pemerintah terhadap kepentingan umat Islam.

Kedua, partisipasi politik mengalami penurunan dengan terus menurunnya partisipasi rakyat menyalurkan hak pilihnya pada pemilu dari 92,7% (1999) menjadi 75,11% (2014).

Ketiga, demokrasi prosedural semakin terkonsolidasi, dengan semakin berkurangnya jumlah parpol penghuni parlemen hasil pemilu dari 20 parpol (1999) menjadi 10 parpol (2014). Diferensiasi dan konsolidasi politik dapat terjadi di masa mendatang.

“Bisa saja pengelompokannya semakin sosiologis, saya singkat 4M: Muslim yang terdiri atas PPP, PKB, PAN, PKS, PBB. Marhaen adalah PDIP. Modal yaitu PG, Nasdem, dan Hanura; serta Militer yang hari ini adalah PD, Gerindra, dan PKPI,” urai Romi.

“Tapi bisa juga pengelompokannya semakin ideologis, katakanlah menjadi Muslim Tradisionalis yaitu PPP dan PKB, Muslim Modernis adalah PAN, PKS, dan PBB, Nasionalis kanan terdiri atas PG, Gerindra, Nasdem, PD, PKPI, serta Nasionalis kiri yang berisi PDIP,” tambah Romi.

Megatrend kelima sendiri sebagai kecenderungan pertarungan politik yang semakin pragmatis alih-alih ideologis. Money politics semakin menentukan kemenangan pertarungan politik.

“Akibatnya, megatrend keenam adalah terjadinya korupsi politik yang semakin massif,” ujar pria yang baru merayakan ultahnya yang ke-43 ini sambil memaparkan slide data Kemendagri tentang kepala-kepala daerah yang terlibat persoalan hukum.

Sedangkan Megatrend ketujuh yakni politik yang semakin berbasis citra diri dan propaganda, bukan gagasan atau kerja nyata.

“Kedelapan, dengan semakin politik berbasis citra dan berbiaya tinggi sesuai tingkatannya, maka semakin banyak lahir pemimpin dadakan yang tidak meniti karir politik dari bawah, atau pemimpin yang meniti karir secara non partisan,” jelas Romi.

“Akibat semuanya, itu maka megatrend kesembilan adalah loyalitas politik semakin dominan kepada pribadi pemimpin, bukan kepada institusi partai. Yang terjadi adalah personalisasi dan sekaligus deinstitusionalisasi kepemimpinan. Lihat saja hasil exit poll Pemilu 2014, contrengan kepada caleg lebih tinggi dibanding contrengan partai,” tukas Romi.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs