Jakarta, Aktual.com — PT AKR Corporindo memastikan, harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar yang dijual pihaknya berdasarkan dengan harga pasar internasional. Artinya, jika harga minyak mentah dunia sedang anjlok, sangat dimungkinkan harga jual solar menjadi lebih murah.

Meski begitu, pihak emiten berkode AKRA ini enggan menyebut harga solarnya dijual lebih murah dari solar yang dijual di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik PT Pertamina (Persero).

“Harga solar yang kami jual sesuai dengan harga MOPS (Means of Platts Singapore). Kalau harga minyak dunia turun kami akan sesuaikan, tapi ada formula tertentu untuk menghitungnya,” kata Direktur AKRA, Suresh Vembu saat dihubungi Aktual.com, Jumat (22/1).

Pihaknya secara langsung tidak berani menyebutkan berapa harga per liter solar yang dijualnya. Pasalnya, harga tersebut tergantung negosiasi dengan pihak tertentu dan bersifat rahasia. Dimungkinkan harga yang disepakati antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya pasti berbeda. Tergantung dengan volume penjualan dan lokasi perusahaannya.

“Penjualan kami itu murni B to B (business to business). Jadi sangat tergantung negosiasinya. Untuk satu industri dan lainnya akan berbeda. Dan tergantung dengan harga minyak dunia dan kurs valuta asing. Karena kami beli lewat dolar AS dan jual di Indonesia lewat rupiah,” tegas dia.

Selama ini, AKRA menyuplai solar ke industri pembangkit, pertambangan, dan ritel seperti SPBU.

“Data total penjualan di 2015 sendiri saat sedang kami hitung. Tapi data kuartal ketiga 2015 sebanyak untuk BBM solar perdagangannya mencapai Rp11,09 triliun dan distribusi sebanyak Rp13,54 triliun,” jelas dia.

Namun terkait harga MOPS, kata dia, di sana itu setiap hari ada perubahan harga. Makanya untuk menyesuaikannya, perubahan yang dilakukannya setiap 15 hari hingga satu bulan.

“Biasanya kami sesuaikan harganya setiap 15 hari dan 30 hari. Itu harga fix kami,” tegas Suresh.

Ketika ditanya apakah pembelian dalan jumlah volume besar bisa murah, bahkan lebih murah dari SPBU Pertamina? Dia menyebutkan, semua tergantung mekanisme harga pasar dan ada viarian-varian lain termasuk soal pajaknya.

“Saya tidak bilang murah. Tapi kompetitif lah. Karena dalam menghitung berapa harga tetapnya, terkait cost lain dalam perhitungannya. Bisa berubah juga tergantung biaya logistik,” kata dia.

Berdasar hitungan Aktual.com, saat ini harga Means of Platts Singapore (MOPS) untuk jenis solar sudah menyentuh harga USD40 per barel, yang artinya jika dirupiahkan dan diliterkan, harga keekonomian solar berdasarkan MOPS adalah Rp3.500/liter (belum termasuk biaya pengangkutan dan pajak).

Jika dihitung ongkos kirim katakanlah USD3 per barel (Rp300/liter) dan PPN 10% (Rp380/liter) ditambah PBKB 5% (Rp190/liter) maka semestinya harga solar non subsidi di Indonesia berkisar di harga Rp4.370-Rp4.500 per liter. Tapi kenyataannya harga Solar subsidi sampai saat ini Rp5.750 per liternya (Harga keekonomian: Rp6.750 per liter). Jadi ada selisih harga Rp2.380 dari harga keekonomian (selisih Rp1.380 dari harga subsidi).

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka