Jakarta, Aktual.com – Kekhawatiran akan krisis pangan dunia yang disebabkan oleh konflik Rusia dan Ukraina mendorong Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang juga memegang presidensi G20 melakukan lawatan bulan ini dengan misi menengahi konflik diantara kedua negara, demikian Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, Rabu (22/6).
Retno mengatakan Jokowi merupakan pemimpin Asia pertama yang melakukan kunjungan ke dua negara tersebut setelah invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari tahun ini.
“Dalam kunjungan ke Kiev dan Moskow, tentunya Bapak Presiden akan melakukan pertemuan dengan Presiden [Volodymyr] Zelenskyy dan Presiden [Vladimir] Putin,” kata Retno Marsudi dalam keterangan pers.
Retno tidak menyebutkan tanggal yang pasti untuk kunjungan ke Ukraina dan Rusia, namun sumber di Kremlin, yang dikutip kantor berita TASS, mengungkapkan Jokowi dan Putin dijadwalkan akan bertemu di Moskow pada 30 Juni.
Kunjungan Jokowi ke negara Eropa Timur itu akan dilakukan setelah dia menghadari Konferensi Tingkat Tinggi G7 di Jerman pada 26-27 Juni, kata Retno.
“Meskipun situasinya sulit dan masalahnya kompleks, sebagai presiden G20 dan salah satu anggota Champion Group dari Global Crisis Response Group yang dibentuk Sekjen PBB, Presiden Jokowi memilih untuk mencoba berkontribusi dan tidak memilih untuk diam,” ujarnya.
“Kunjungan Presiden ini menunjukkan kepedulian terhadap isu kemanusiaan,” tambah Retno.
Indonesia ingin membantu mencari jalan damai dan menangani krisis pangan akibat perang Rusia di Ukraina yang berdampak ke semua negara, termasuk negara berkembang dan berpendapatan rendah, ujarnya.
Menurut laporan Global Crisis Response Group pada 13 April, Ukraina dan Rusia termasuk diantara lumbung pangan dunia karena memasok 30% gandum dunia, pengekspor jagung dan produser minyak bunga matahari. Rusia juga merupakan eksportir gas alam dan minyak terbesar kedua dunia.
Sementara sebagian pengamat meyakini bahwa ini adalah “momen besar untuk diplomasi Indonesia”, analis lain mengatakan kunjungan itu tidak akan menghasilkan banyak hal, karena Indonesia tidak memiliki pengaruh dan “pemahaman yang memadai” tentang konflik tersebut. Dalam hal ini pakar melihatnya sebagai hanya untuk mengangkat citra Jokowi dan kepentingan Indonesia atas kesuksesan G20 dibandingkan bantuan kemanusiaan dan simpati terhadap Ukraina.
“Indonesia adalah netral”
Kunjungan Jokowi ke kedua negara yang berkonflik itu merupakan perwujudan dari politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, kata Agus Haryanto, dosen hubungan internasional Universitas Jenderal Soedirman di Purwokerto, Jawa Tengah.
“Kunjungan dilakukan ke kedua negara untuk menunjukkan netralitas Indonesia,” kata Agus kepada BenarNews.
Jika misi Presiden Jokowi ini bisa diterima oleh Rusia dan Ukraina, kata Agus, maka Indonesia berpeluang menjadi mediator dalam konflik tersebut.
“Dan hal ini akan menjadi momen besar bagi diplomasi Indonesia di mana kita bisa berperan besar dalam menyelesaikan persoalan internasional,” paparnya.
Dalam Resolusi Majelis Umum PBB Maret lalu, Indonesia mengutuk serangan militer Moskow itu, tapi pemerintah tidak pernah secara langsung mengecam Rusia atas invasinya terhadap Ukraina.
Diplomat Rusia dan Ukraina telah berusaha menggalang dukungan rakyat Indonesia terhadap negara mereka dalam konflik yang sudah berlangsung 4 bulan ini dengan memberikan wawancara ke media nasional dan melakukan kunjungan ke dua organisasi massa Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Negara-negara Barat sebelumnya meminta Indonesia untuk tidak mengundang Rusia ke pertemuan di G20 November ini di Bali, karena invasi negara itu ke Ukraina. tetapi Jakarta sejauh ini menolak untuk mengeluarkan Rusia dari KTT tersebut.
Sebagai gantinya, Indonesia juga mengundang Zelenskyy, walaupun Ukraina bukan anggota G20, sebagai tamu di KTT itu. Pada bulan Maret, Presiden AS Joe Biden mengatakan Ukraina harus dapat berpartisipasi dalam KTT G20, jika kelompok negara ekonomi utama itu tetap mengundang Rusia.
Pengamat hubungan internasional Universitas Airlangga, Radityo Dharmaputra, pesimis bahwa kunjungan Jokowi dapat meredakan perang mengingat Indonesia tidak memiliki kedekatan, baik secara politik maupun geografi kepada kedua negara yang bertikai.
“Saya tidak yakin ada kemungkinan Indonesia bisa mendamaikan [Rusia dan Ukraina], karena Indonesia tidak punya modal yang cukup seperti misalnya, kedekatan hubungan antar negara, serta pemahaman kondisi kawasan,” kata Radityo kepada BenarNews.
Dia menilai inisiatif Jokowi tersebut semata untuk mengangkat citra dirinya dan Indonesia sebagai juru damai, terutama sebagai pemimpin G20.
“Pada akhirnya, targetnya adalah kepentingan Indonesia, yaitu G20 dan (mengamankan pasokan) gandum,” kata Radityo.
“Bantuan kemanusiaan dan simpati bagi Ukraina bukan target Jokowi sepertinya,” paparnya.
Sebaliknya, pakar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan kunjungan Jokowi ke dua negara merupakan hal yang tepat.
“Indonesia sebagai ketua G20 perlu mengambil inisiatif untuk membantu menciptakan perdamaian dan mencegah krisis pangan dunia,” kata Hikmahanto.
sumber: benarnews.org
Artikel ini ditulis oleh:
Antara