Zudan Arif Fakrullah, Direjen Dukcapil Kemendagri

Jakarta, Aktual.Com-Zudan Arif Fakrullah, Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan pelaku penyalahgunaan dan pemalsuan kartu tanda penduduk elektronik (eKTP) dapat dijerat dengan hukuman pidana, dengan ancaman hukuman penjara selama 10 tahun dan denda Rp1 miliar.

“Ada aturan yang menyebut setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukanakan dipidana dengan hukuman paling lama 10 tahun penjara,” ungkap Zudan, di Jakarta, Selasa (7/2/2017).

Ketentuan pidana untuk pihak yang menyalahgunakan dan memalsukan dokumen kependudukan kata dia diatur dalam Pasal 95B UU No. 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan.

Aturan tersebut tambah Zudan juga mengatur soal ketentuan pidana kepada pihak yang memerintahkan, memfasilitasi, dan melakukan manipulasi data kependudukan, dengan ancaman penjara enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp75 juta.

“Kami telah meminta aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti dugaan pemalsuan dan penyalahgunaan eKTP tersebut untuk memberikan efek jera, sekaligus antisipasi terhadap kasus pemalsuan dokumen kependudukan lainnya,” tegas Zudan.

Zudan juga telah menginstruksikan ke seluruh Dinas Dukcapil untuk tetap membuka kantornya dan memberikan pelayanan pada saat pemungutan suara dilakukan, agar dapat melakukan pengecekan terhadap NIK atau eKTP yang diduga palsu.

Sebelumnya diberitakan beredar gambar yang menampilkan tiga eKTP dengan nama dan identitas berbeda, tetapi memiliki foto orang yang sama. Kemendagri pun segera melakukan kroscek dan memastikan gambar yang beredar tersebut palsu.

Kemendagri mengakui Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan eKTP tersebut terdaftar dengan identitas dan foto orang yang berbeda. Diduga ada pihak yang sengaja mengedit foto di eKTP tersebut untuk kepentingan Pilkada serentak yang akan digelar Rabu 15 Februari 2017 mendatang.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs