Jakarta, Aktual.co — Sutradara Hanung Bramantyo menegaskan film di Indonesia berbeda dengan dunia perfilman di Amerika.
Karena di Indonesia, kata dia, tidak ada industri film seperti di Amerika.
“Hampir semua film di Indonesia sesungguhnya adalah film independen,” ujarnya, di Surabaya, Minggu (2/11).
Dia menjelaskan dunia perfilman di Amerika sudah menjadi industri karena ada agen yang menangani. Seperti sudah adanya sistem, karena semua jalur mulai pembuatan film hingga distribusi harus melalui agen.
Sedangkan pembuat film di Indonesia bisa langsung meminta kepada artis tanpa melalui agen untuk membintangi filmnya.
“Atau mereka bisa langsung meminta kepada manajemen jaringan bioskop untuk menayangkan filmnya, juga tanpa perantara agen. Sutradara film besar juga tidak ada bedanya dengan pembuat film pendek,” katanya.
Ibarat jualan kucing dalam karung, katanya, sutradara itu ibarat jualan ide yang tidak jelas akan disukai atau tidak oleh pasar. “Maka, pembuat film harus pintar meyakinkan orang,” tegasnya.
Sedangkan menanggapi tentang film independen di Indonesia, Hanung mengatakan, sebenarnya film independen pun membutuhkan pasar yang bisa menerima ide mereka.
“Film independen sebenarnya merupakan cara untuk melawan sistem jaringan bioskop yang menilai film Indonesia itu tidak laku, juga sistem pemerintahan Orde Baru yang mengekang kreativitas sutradara muda,” ujarnya.
Buktinya, kata Hanung, film Indonesia belum mati karena film Indonesia juga punya penggemar.
Contoh kasusnya, kata dia, di Indonesia dimulai dari film Kuldesak buatan empat sutradara muda Indonesia, yakni Riri Riza, Mira Lesmana, Nan Achnas, dan Rizal Mantovani.
“Meski film itu gagal di pasar, dari Kuldesak kemudian muncul pemikiran untuk membuat film yang sesuai dengan pasar. Maka, muncullah film Petualangan Sherina, genre film anak yang mampu menggaget 1,5 juta penonton,” katanya.
Akhirnya, jaringan bioskop Indonesia baru sadar bahwa film Indonesia belum mati dan punya penggemar, kemudian mulailah film Indonesia hidup kembali.
“Dari genre horror yang dimulai oleh film Jelangkung. Kemudian, genre film remaja yang dimulai oleh Ada Apa Dengan Cinta? Lalu, muncul genre film religi yang dimulai dari Ayat-ayat Cinta. Sekarang, genre film action yang dimulai dari The Raid mulai dilirik oleh penonton Indonesia.”
Artikel ini ditulis oleh: