Jakarta, Aktual.com – Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia memberikan beberapa catatan tentang pendaftaran Calon Legislatif (Caleg) untuk Pemilu 2019, yang berlangsung pada 4-17 Juli 2018.
Divisi Kajian KIPP Indonesia, Andrian Habib menyatakan, catatan ini menekankan pada adanya fenomena parpol yang tidak mendaftarkan Bakal Caleg (Bacaleg) untuk DPRD tingkat I dan II.
Menurut Andrian, munculnya data parpol yang tidak mendaftarkan calon anggota legislatifnya untuk tingkat Provinsi, Kabupaten & Kota menjadi bukti kegagalan partai mengurus kelembagaan politiknya.
“Jika pengurus ada, maka sudah bisa dipastikan ada caleg,” ucap Andrian dalam siaran pers yang diterima Aktual, Jumat (20/7) kemarin.
Parpol yang tidak mendaftarkan caleg, katanya, patut dipertanyakan posisi kepengurusan partainya untuk tingkat provinsi, kabupaten dan kota.
Padahal, sewaktu pendaftaran partai politik calon peserta pemilu, partai memiliki pengurus di wilayah dan daerah.
“Apakah pengurus tidak bisa mendaftar atau memang ada yang janggal saat pendaftaran peserta Pemilu kemarin?” jelasnya.
Selain itu, Andrian juga menyoroti adanya parpol yang tidak mampu memenuhi syarat keterwakilan 30% perempuan. Ia beranggapan, hal ini adalah bukti bahwa partai tidak pro terhadap perempuan.
Catatan KIPP selanjutnya, kata Andrian, adalah tentang kerja sama yang terjalin antara pihak penyelenggara dengan peserta Pemilu. Kerja sama ini, jelasnya, berkaitan dengan Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL).
“Pihak Penyelenggara Pemilu harus bekerjasama untuk melihat kembali SIPOL semua peserta pemilu. Kita harus awas terhadap potensi “akal-akalan” parpol yang tidak siap menjadi peserta pemilu,” tutur Andrian.
“Oleh sebab itu, KIPP Indonesia menegaskan agar ada evaluasi dari seluruh stakeholder terkait keberadaan partai politik peserta pemilu,” ucap Andrian.
Ia menambahkan, harus ada sanksi yang tegas dari pemilih dan penyelenggara terhadap partai politik yang dengan ketidaksanggupannya untuk mendaftarkan bakal calon legislatif.
Ketiadaan caleg, ujar Andrian, berarti menandakan partai mengakui bahwa institusimya tidak siap menjadi partai nasional. Menurutnya, mahkamah masing-masing partai harus mengevaluasi kerja pengurus DPP, DPW dan DPD yang gagal mendaftarkan caleg untuk pemilu 2019.
“Ketiadaan caleg harus diusut tuntas, jangan sampai hak-hak untuk dipilih terhalang oleh kuasa elit partai atau hal teknis lain,” tegas Adrian.
Jika memang terbukti ada oknum yang menghambat hak pengurus atau kader dalam sebuah partai untuk menjadi Caleg, lanjutnya, maka oknum tersebut harus di pecat dari kepengurusan dan keanggotaan partainya di cabut.
Dalam catatan terakhirnya, Andrian menekankan pada banyaknya partai yang tak mampu memenuhi syarat-syarat dalam PKPU, seperti foto yang tidak lengkap, ijazah terakhir Caleg.
“Seperti temuan-temuan di daerah Subang, Purwakarta, Indramayu dan Cirebon,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan