Jakarta, Aktual.com — Dewan juri Kompetisi Film Pendek Dokumenter Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) menetapkan 15 nominasi film sebagai nominasi juara. Keputusan tersebut ditetapkan setelah pertemuan Dewan Juri di gedung PBNU sehari sebelum Lebaran atau Kamis (16/7) lalu.
Berikut ringkasan isi ke-15 film tersebut, yang dikutip Aktual.com dari laman Nahdlatul Ulama.
1. Inoeng Silat berdurasi 13 menit 23 detik (2014) dengan sutradara Miftha Yuslukhalbi & Nadia Susera. Film ini bercerita tentang perempuan belajar beladiri yang dianggap tabu di Aceh masa kini. Padahal jaman dahulu perempuan Aceh mahir beladiri untuk menjaga diri dari segala marabahaya.
2. Dalam Kenangan berdurasi 5 menit 12 detik (2014) sutradara Canggih Setyawan. Film ini bererita tentang Heri Susetyo, seorang Tionghoa yang memutuskan masuk Islam dan mendirikan sebuah masjid. Bagaimana dia memandang seorang Gus Dur?
3. Al Ghorib, Sebuah Kisah tentang Kemungkinan yang Asing berdurasi 29 menit 10 detik (2015) dengan sutradara Vedy Santoso. Film ini mengisahkan Dr. Katrin Bandel, mualaf asal Jerman yang memilih dan menjalani kehidupan nyantri di Pondok Pesantren Al Munawwir, Krapyak, Yogyakarta.
4. Suluk Batik-Kitab berdurasi 16 menit 24 detik (2015) dengan sutradara Abdul Syukur & Dwi Rahmanto. Film ini mengisahkan perjalanan diri membangun seni lingkungan bermediakan batik sebagai acuan dan pacuan pemahaman kedepan. Batik sebagai bagian seni rupa tradisional tak lepas dari pijakan kesatuan antrara nilai jasmani dan rohani.
5. Selokan Mataram berdurasi 30 menit (2015) dengan sutradara Setiyo Junaedi. Selokan Mataram merupakan kanal yang membelah Yogyakarta. Dibangun dengan darah dan air mata. Sebuah langkah penting untuk jalur pengairan utama kehidupan pertanian masyarakat Yogyakarta.
6. Tata Cara Tante Cora berdurasi 12 menit 48 detik (2013) sutradara Muh. Alif Rasman. Film ini tentang tante Cora. Ini tentang betapa kayanya Allah yang menjadikan manusia beraneka ragam, bagaimana mengedepankan kebebasan dalam memilih jalan hidup, dan berlapang dada dalam menghargai perbedaan.
7. Kisah Nglurah: Potret Toleransi Umat Islam & Hindu Jawa. Film berdurasi 6 menit 30 detik diproduksi tahun 2015 oleh sutradara Nugroho Adi Saputro. Seperti kebanyakan desa di pulau Jawa, desa Nglurah mayoritas berpenduduk muslim. Bagaimana bentuk interaksi antara warga desa Nglurah dengan pemeluk agama Hindu yang beribadah di candi Menggung yang terletak di wilayah desa tersebut?
8. Film Teungku Rangkang berdurasi 16 menit 30 detik (2014) dengan sutradara Muhammad Akbar Rafsanjani & Muhajir. Film ini bercerita tentang metode Iqra’ dalam membaca & belajar Al Quran semakin menggeser metode Qaidah Baghdadiyah (Aleh-Ba) di penjuru Aceh. Teungku Hanifuddin dari Gampong Blang Asan, Sigli, berusaha terus melestarikan qaidah tersebut agar tak punah ditelan waktu.
9. Indah Itu Pesantren berdurasi 7 menit (2015) dengan sutradara Prajanata Bagiananda Mulia. Masa depan seorang anak pada akhirnya bergantung pada cara ia dididik dalam memperoleh ilmu. Benarkah menuntut ilmu di pesantren itu membosankan dan mengerikan? Bagaimana pula dengan masa depan lulusan pesantren?
10. Di Bumi Tuhan, film berdurasi 22 menit 41 detik (2015) besutan sutradara Taufan Latief Alimudin Akbar. Film ini tentang kerukunan, pemuda, hubungan antarmanusia yang hidup bersama di bawah langit yang sama, menghirup udara yang sama, bersama-sama di bumi Tuhan.
11. Pustaka di Lembah Gunung Slamet berdurasi 15 menit (2015) buah karya sutradara Zandy Ivanda. Film ini merekam Ridwan Sufuri yang prihatin dengan minimnya pengetahuan warga sekitar rumahnya. Ia berinisiatif membuat perpustakaan keliling. Sejauh mana usahanya itu menggapai manfaat?
12. Film Dalae berdurasi 20 menit (2014) oleh sutradara Arziqi Mahlil & Munzir. Film ini menceritakan pemuda di desa berusaha melestarikan Dalail. Sebaliknya dengan pemuda kota. Apa penyebab pemuda kita tidak begitu peduli kepada budaya Dalail?
13. Mableun, film berdurasi 20 menit karya sutradara Faisal Ilyas & Samsul pada 2013. Film ini mengangkat peran seorang nenek yang membantu masyarakat dalam proses persalinan ditengah ketidakhadiran bidan Puskesmas di Pulo Aceh, Aceh Besar.
14. Pelangi di Tepian Samudera buah karya sutradara Mukhlas Syah Walad & Fuad Ridzqidari, film berdurasi 20 menit diproduksi tahun 2014. Film ini mengungkap perjuangan seorang Mukim di tengah pergulatan ekonomi. Ia meyakini Kenduri Laut menjadi simbol pemersatu masyarakat dalam sebuah kearifan lokal.
15. Bulan Sabit di Kampung Naga, film berdurasi 19 menit 52 detik ini diproduksi tahun 2015 karya sutradara M. Iskandar Tri Gunawan. Film ini mengungkap Islam membawa misi ‘rahmatan lil ‘alamin’, bukan ‘rahmatan lil muslimin’, apalagi ‘rahmatan lil nahdliyin’. Semangat menjadi rahmat bagi semesta alam ini bisa mewujud di lingkungan Pondok Pesantren Kauman yang terletak di Pecinan kota Lasem-Rembang. Interaksi multikultur yang berlangsung lama ini telah membangun kesadaran akan pentingnya dialog antarpihak.
Kompetisi yang dibuka 20 Juni hingga 10 Juli 2015 ini diikuti 69 film. Ke-69 judul film tersebut melibatkan tidak kurang 75 sutradara muda yang berasal dari 13 provinsi. Jawa Tengah, Tawa Timur, Nanggroe Aceh Darussalam, Daerah Istimewa Yogjakarta paling banyak mengirimkan karya.
Dewan juri yang terdiri dari Nurman Hakim, Bebi Hasibuan, Bowo Leksono, Aman Sugandi, Dimas Jayasrana akan menentukan pemenang pertama, kedua, dan ketiga, dengan hadiah total Rp45 juta. Pemenang akan diumumkan pada 1 Agustus 2015 mendatang. (Sumber: Nahdlatul Ulama)
Artikel ini ditulis oleh: