Jakarta, Aktual.com — Danantara secara resmi diluncurkan hari ini, Senin (24/2), pukul 10.00 WIB di Istana Negara, Jakarta. Peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara dipimpin langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto, yang juga mengumumkan para pemimpin yang akan mengelolanya.
Menurut informasi yang diterima, Danantara akan dipimpin oleh tiga orang direksi yang terdiri dari Chief Executive Officer (CEO), Chief Operating Officer (COO), dan Chief Information Officer (CIO). Dewan direksi ini akan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
“Posisi CEO akan diisi oleh Rosan Roeslani yang kini menjabat Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM. Posisi COO akan diisi oleh Dony Oskaria yang saat ini menjabat Wakil Menteri BUMN dan CIO adalah Pandu Patria Sjahrir,” kata Presiden.
Selain bertanggung jawab kepada Presiden, bos Danantara juga memiliki tanggung jawab kepada Dewan Pengawas, Dewan Penasihat, dan Oversight and Accountability Committee. Danantara juga akan diperkuat dengan sejumlah jabatan teknis seperti pada bidang Corporate Communication & Stakeholders yang mencakup tiga posisi, yakni Internal Audit, Human Resource, dan CEO Office.
Posisi lainnya mencakup Chief of Legal & Risk Management, Asset Management, Investment Management, Chief Financial Officer, Risk Committee, dan Investment & Portfolio Committee.
Dewan Pengawas, yang diperkirakan akan dipimpin oleh Menteri BUMN, Erick Thohir, akan memiliki tiga komite, yakni Audit, Remuneration & HC, dan Ethical.
Pada Jumat (21/2/2025), Presiden Prabowo juga sempat mengundang beberapa menteri Kabinet Merah Putih dan pejabat negara untuk santap siang bersama. Beberapa pejabat yang hadir antara lain Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Perumahan Maruarar Sirait, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan P. Roeslani, dan Wakil Menteri Pertanian Sudaryono. Hadir pula Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Angga Raka Prabowo, Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, dan Wakil Menteri BUMN Dony Oskaria.
Selain itu, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, Kepala BIN M. Herindra, Kepala Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus Aris Marsudiyanto, Direktur Utama PT Pindad Sigit P. Santosa, dan keponakan Luhut Binsar Pandjaitan, Pandu Sjahrir.
Danantara, yang akan menjadi sovereign wealth fund Indonesia, diperkirakan mengelola aset senilai lebih dari 900 miliar dolar AS, dengan proyeksi dana awal mencapai 20 miliar dolar AS. Dana-dana tersebut, seperti disampaikan Presiden dalam acara World Governments Summit pada 14 Februari 2025, akan digunakan untuk mendanai proyek-proyek berkelanjutan dan berdampak tinggi di berbagai sektor, seperti energi terbarukan, manufaktur canggih, industri hilir, dan produksi pangan.
Presiden Prabowo juga menambahkan, “Danantara adalah kekuatan energi masa depan, dan ini harus kita jaga bersama. Oleh karena itu, saya minta semua presiden sebelum saya berkenan ikut menjadi pengawas di dana ini. Saya juga berpikir kalau perlu pimpinan NU, pimpinan Muhammadiyah, pimpinan mungkin dari KWI, dan sebagian lain-lain ikut juga membantu mengawasi.”
Gagasan pembentukan super holding company (SHC) bagi BUMN telah dibahas sejak 2007, dengan model seperti Khazanah Nasional Malaysia, Temasek Holdings Singapura, hingga SASAC China sebagai referensi utama.
Namun, berbeda dengan Temasek dan Khazanah yang berbentuk limited company, Danantara tetap merupakan badan pemerintah yang membuka peluang intervensi politik melalui DPR.
Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Sunarsip, menilai bahwa Danantara sebaiknya mengadopsi model investasi China, di mana laba BUMN sepenuhnya diinvestasikan kembali untuk memperbesar skala usaha dan meningkatkan kontribusi ekonomi.
“Pemerintah perlu menyeimbangkan antara pembentukan kapital (capital formation) dengan kesejahteraan (welfare),” tambahnya.
Untuk menjaga keseimbangan ini, ia mengusulkan struktur Two-Tier dalam kebijakan dividen BUMN, yang mencakup komponen tetap yang dialokasikan ke APBN serta komponen variabel untuk investasi Danantara dan investor publik.
Sebelum SASAC didirikan pada 2003, China menerapkan kebijakan dividen nol persen untuk memungkinkan laba BUMN direinvestasikan. Pendekatan ini memungkinkan pertumbuhan ekonomi lebih dari 8 persen dalam dua dekade sejak 1990-an.
Namun, setelah privatisasi BUMN di China, kebijakan dividen berubah untuk menarik minat investor publik. Indonesia dapat mempertimbangkan model serupa namun tetap harus menjaga stabilitas fiskal negara.
Sunarsip juga menekankan pentingnya mengevaluasi efektivitas Indonesia Investment Authority (INA) sebelum Danantara beroperasi penuh. Jika INA belum memberikan kontribusi signifikan, Danantara perlu menerapkan strategi yang lebih efektif agar tidak hanya menjadi birokrasi tambahan.
Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa meskipun Danantara memiliki potensi besar, tata kelola yang transparan dan akuntabel tetap menjadi faktor krusial dalam keberhasilannya.
“Hukum tetap memiliki kewenangan menyentuh kerugian BUMN apabila kerugian tersebut terbukti, misalnya karena kecurangan (fraud),” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan
















