Jakarta, Aktual.co — Pakar hukum pidana Dr Chairul Huda yang dihadirkan sebagai ahli oleh Suryadharma Ali (SDA) dalam sidang lanjutan gugatan praperadilan menyebut ada dua kesalahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam menetapkan mantan Menteri Agama itu sebagai tersangka.
“Pertama, penetapan tersangka dilakukan pada tahap penyelidikan,’ kata Chairul Huda saat bersaksi dalam persidangan yang digelar di Pengaadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (1/4).
Sedangkan, jelas dia, dalam pasal 8 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan penetapan tersangka terjadi pada tahap penyidikan. “Yang paling penting terungkap dipersidangan penetapan tersangka SDA itu dilakukan pada tahap penyelidikan,” sambungnya.
Kedua, kata dia, KPK tidak melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam menghitung dugaan kerugian negara atas kasus Suryadharma Ali. Padahal, menurut dia, secara jelas diatur dalam UU BPK tentang tanggung jawab dan pengelolaan negara, BPK yang memiliki otoritas mengaudit kerugian negara.
“Kedua penetapan tersangka SDA itu di dalam tahap penyelidikan didasarkan pada penghitungan sendiri, adanya kerugian negara yang dilakukan oleh penyelidik,” jelas dosen Fakultas Hukum asal Universitas Muhammadiyah Jakarta itu.
“Dua dosa besar itu, di penyelidikan tidak berwenaang menetapkan tersangka, juga tidak boleh menetapkan tersangka berdasarkan penghitungan sendiri,” ungkapnya.
KPK, Chairul menambahkan, seharusnya dapat lebih berhati-hati dalam melakukan proses penetapan tersangka. Dengan mencermati secara baik alat bukti yang telah dimilikinya. “Ya kalau tidak ada alat buktinya, tidak cukup dinaikkan ke tahap penyidikan,” tandasnya.
Permasalahan dugaan adanya kerugian negara yang dilakukan SDA ini memang menjadi fokus tim kuasa hukum. Pasalnya, ia menduga tuduhan kerugian negara itu timbul dari hasil analisis yang dilakukan penyidik KPK tanpa melibatkan BPK.
Sebelumnya, KPK menetapkan SDA sebagai tersangka kasus dugaan korupsi  menyalahgunakan dana penyelenggaraan haji sebesar Rp1 triliun. Dana itu berasal dari APBN dan setoran calon jamaah haji melalui tabungan haji.
SDA diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 KUHP.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby