Ia menuturkan, proses pembelajaran yang memberikan rangsangan multi indrawi, merupakan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan pembelajaran yang menggunakan satu mwdium saja.

“Pemanfaatan film sebagai kelengkapan kegiatan belajar, termasuk belajar sejarah, sesungguhnya sudah menjadi praktek jamak, dan itu bagus. Namun, ‎pendekatan yang paling pas adalah kepada anak juga disodorkan teks tentang substansi yang sama dengan tema film,” jelas Kak Seto.

Menurutnya, teks bisa dimodifikasi menjadi narasi lisan yang sebobot, begitu juga sebaliknya. Ia pun menyarankan agar pemutaran film G30S/PKI dapat dilanjutkan dengan dialog dengan anak-anak untuk mengekspresikan pikiran mereka mengenai film tersebut.

“Seharusnya serbaneka perasaan yang dialami anak saat menonton film dijadikan sebagai pintu masuk bagi pendidik untuk mengedukasi anak tentang bagaimana mengidentifikasi kaitan antara situasi, perasaan, dan cara mengelolanya,” terangnya.

Ia melanjutkan, pendidik harus bisa memberikan kesimpulan dari film itu kepada anak tentang nilai kesetiaan pada bangsa dan negara serta keyakinan pada kebenaran dan keadilan, dan optimisme akan masa depan.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan
Wisnu