JAMAK membeberkan, akibat PT PLN (Persero) memaksakan pengadaan listrik dengan sewa kapal Turki, maka ada pemborosan per unit mencapai Rp 7,9 triliun dibanding PLTD darat. Lainnya, diduga mark up terjadi pada bahan bakar yang digunakan selisih Rp 450 per kwh.

Kalau pakai bahan bakar diesel darat Rp 400 per kwhr, untuk kapal Turki angkanya dua kali lipat menjadi Rp885. Tidak cuma itu. Biaya BBM diduga juga terjadi mark up. Per tahun untuk kebutuhan maximum 0,024 dg kwh 14 juta liter, seharusnya kilo kwh nya 15 jt liter, maka total menghabiskan 41,64 juta liter. Faktanya, laporan keuangan Tahun 2016 tertulis angka pemakaian BBM 42 juta liter. Kalau harga BBM Rp 6.780 per liter, dalam laporan keuangan muncullah biaya menguap Rp 759 milyar per 1 unit kapal dalam setahun.

Juga diungkap JAMAK, dugaan koruptif PT PLN terkait pemborosan biaya BBM impor untuk bahan pembangkit kapal Turki, jika
dibanding diesel darat yang pakai batubara, kerugiaan Negara mencapai Rp 75 triliun.

Dari fakta yang ada, keputusan Dirut PLN Sofyan Basir menyewa 5 kapal pembangkit listrik Turki, sangat aneh dan sangat berani di tengah pemerintahan Jokowi konsen terhadap KPK untuk membantu pengamanan keuangan negara. PLN memaksakan MPVV (Marine Vessel Power Plant) Zyenep Sultan sebagai pemenang tender pada 2015. Lelang tender saat itu diikuti 29 perusahaan.

Pembangkit listrik Kapal Turki itu dioperasioalkan di laut lima provinsi, yaitu Waai Maluku Tengah (kapasitas 120 megawatt), Sumatera Utara (250 megawatt), Sulawesi Selatan (200 megawatt), Kalimantan Tengah (200 megawatt), Sulawesi bagian Utara (120 megawatt).

Artikel ini ditulis oleh:

Antara