Medan, Aktual.com — Penipuan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) kembali terjadi. Kali ini dialami 23 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal kota Medan, Sumatera Utara di Malaysia.
Informasi diterima dari Sekretaris DPW FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo kepada Aktual.com di Medan, Minggu (6/12), dugaan penipuan itu berawal dari perekrutan yang dilakukan oleh PT. Parang Tritis yang beralamat di jalan Gaperta Komplek Gaperta Centre, blok 6 B Medan.
“Januari 2015 lalu dilakukan temu sapa sekaligus interview di kantor PT. Parang Tritis antara mr. Kon Ted Jee bersama dua rekannya mewakili majikan asal Malaysia dengan para TKI,” tutur Willy yang mengaku mendapat laporan dari salah seorang dari 23 TKI itu bernama Dedek Cahyadi.
Dalam pertemuan itu, lanjut Willy, Kon Ted Jee mengaku bahwa sebuah perusahaan Malaysia yang bergerak dibidang konstruksi tengah membutuhkan tenaga ahli (tukang) dan non ahli (kernet).
Ke-23 TKI tersebut pun diberikan perjanjian kontrak dengan kesepakatan mendapatkan upah 45 Ringgit Malaysia (RM) untuk tenaga non ahli dan 65 RM bagi tenaga ahli. Selain perjanjian upah, dalam kontrak disebutkan juga adanya biaya pengobatan gratis dan kerja lembur (over time) 2 jam sehari.
Dalam pertemuan itu, dijanjikan pula para TKI akan mendapatkan tempat tinggal yang layak dengan kapasitas 4 hingga 6 orang setiap kamar. Tak hanya itu, dalam kamar juga akan diberikan fasilitas lain, seperti televisi dan Rice Cooker dan setrika.
Usai penandatangan kesepakatan, lanjut Willy, para TKI pun akhirnya diberangkatkan pada 8 Mei 2015 dan 19 Juni 2015.
Setiba di perusahaan yang dijanjikan, yakni di Naim Engineering sdn bhd, Sublot II, GRD, Tingkat 1 dan 2, Rocks Comercial Centre, jalan Greeen, 93150 Kuching Sarawak, Malaysia, para TKI tersebut ternyata bekerja tidak sesuai kesepakatan.
“Sudah 6 bulan rekan-rekan itu di Malaysia, namun yang tadi dijanjikan kerja sebagai tenaga ahli dan non ahli, ternyata bekerja sebagai cleaning service. Lalu soal upah, baik yang disebut sebagai tenaga ahli dan non ahli dibayar hanya 45 RM,” ungkap Willy.
Ditambahkan Willy, dugaan penipuan lainnya juga menyangkut perjanjian biaya pengobatan gratis yang tak direalisasikan. Selain itu, juga soal kamar dan fasilitas lainnya.
“Satu kamar itu berisi 13-30 orang. Dan fasilitas lainnya juga tak diberikan,” kata Willy.
Menurut Willy, karena tak sesuai dengan kesepakatan, pada 1 Desember 2015 para TKI itu akhirnya mempertanyakan hal tersebut kepada kantor perusahaan mereka bekerja yang berada di Tanjung Manis Serawak. Namun, pihak perusahaan malah marah-marah kepada para TKI.
“Justru malah marahan dan cacian yang mereka (TKI) terima dari salah seorang Pormen bernama Ujang. Para TKI malah diancam akan mendapatkan amaran (Surat Peringatan) sembari berkata, kalau di perusahaan tersebut tak ada kerja overtime (lembur), dan jika tak terima dengan kebijakan perusahaan, boleh buat barisan baru,” tuturnya.
Tak hanya itu, sambung Willy, Pormen bernama Ujang juga mengatakan, jika tetap tak terima dan ingin dipulangkan ke Indonesia, para TKI hanya tinggal bolos saja bekerja selama 1 minggu dan pasti akan dipulangkan.
“Usai mempertanyakan hal tersebut, Ujang juga mengambil Chopchard (kartu pengenal) para TKI, lalu menyuruh rekan-rekan itu pulang ke barak,” tutur Willy.
Tak hanya itu, lanjut Willy. Pada 3 Desember 2015, para TKI itu didatangi oleh pihak kepolisian Diraja Malaysia dan menyebutkan bahwa para TKI bukan lagi tenaga kerja perusahaan PT. Naim Ennginering sdn bhd karena sudah tak bekerja selama 3 hari berturut-turut. Para TKI pun dikenakan wajib lapor kepada polisi.
Pada hari yang sama, masih kata Willy, para TKI akhirnya melaporkan kejadian tersebut kepada Konjen Republik Indonesia (KJRI) melalui pesan elektronik Whatsup. KJRI pun pada tanggal 4 Desember 2015 melakukan pemanggilan kepada pihak perusahaan untuk melakukan perundingan.
Namun, kembali para TKI tak dilibatkan dalam pertemuan tersebut. Malah sebaliknya, para TKI akhirnya ditemui oleh pihak perusahaan PT. Satria Parang Tritis yang diwakili oleh Kon Ted Jee dan Aliong. Kedatangan perwakilan perusahaan itu, sambung Willy diluar dari harapan para TKI.
“Perwakilan perusahaan malah menyuruh para TKI untuk kembali bekerja, dan cuma 1 bulan. Itupun, untuk biaya ganti rugi perusahan dan ongkos ke Indonesia. Bahkan, rekan-rekan TKI malah diancam, jika tak bekerja maka akan disuruh mengganti kerugian perusahaan dan pulang dengan ongkos sendiri. Namun para TKI tetap menolak,” ungkap Willy
Usai pertemuan itu, pihak perusahaan Kon Ted Jee dan Aliong akhirnya pergi. Para TKI pun kembali melaporkan hal tersebut kepada KJRI, dimana KJRI berjanji akan kembali memanggil pihak perusahaan 10 Desember mendatang.
“Para TKI meminta agar dalam pertemuan itu nantinya disertakan dan dapat duduk bersama. Sekarang, rekan-rekan itu sudah tak punya uang dan kelaparan,” ujar Willy menutup pembicaraan.
Artikel ini ditulis oleh: