Ilustrasi

Jakarta, Aktual.Com-Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Masykuruddin Hafidz mendesak Pansus RUU Pemilu untuk dapat bekerja secara terbuka dengan melibatkan unsur publik di dalamnya.

“Kami mendesak Pansus RUU Pemilu membuka ruang partisipasi bagi masyarakat di setiap proses pembahasan dengan cara setiap rapat perumusan RUU Pemilu terbuka untuk umum,” ujar Hafidz melalui pernyataan tertulis di Jakarta, Sabtu (1/4/2017).

“Keterbukaan akan menjamin pembahasan yang demokratis dan menghindari ruang-ruang transaksional yang bisa terjadi karena ketiadaan pengawasan publik,” tambah Hafidz.

Sementara itu, Anggota koalisi lainnya Almas Sjafrina mengatakan prinsip keterbukaan sendiri sebenarnya telah diatur pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan.

Dimana pasal itu menyatakan “Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang meliputi …. g) keterbukaan”. Pada bagian penjelasan, Pasal 5 huruf g itu artinya, “dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan, bersifat transparan dan terbuka”.

“Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan dan perundangan,” imbuh Almas.

Sedangkan Anggota koalisi Heroik Pratama menambahkan, banyak poin penting yang harus dibahas di dalam rapat Pansus RUU Pemilu itu. Misalnya metode pemberian suara, apakah dilakukan secara terbuka atau tertutup.

Disisi lain ada pula pembahasan mengenai ambang batas parlemen (parliamentary thtreshold), apakah akan dinaikkan atau tetap dan poin penting lainnya.

“Namun sayangnya publik belum mengetahui secara mendalam soal sudah sampai di mana pembahasan RUU Pemilu di tengah ketersediaan waktu yang terbatas dan masih tajamnya perbedaan pandangan antarfraksi,” kata Heroik.

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs