Jakarta, Aktual.com – Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana memberikan beberapa opsi yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia terhadap sikap Australia yang menghalalkan segala cara dalam menghalau kapal pencari suaka.

“Pertama, demi kepastian Menlu Retno Marsudi perlu memberi batas waktu Dubes Austrlia menyampaikan penjelasan. Jangan sampai Australia mempermainkan Indonesia dengan mengulur-ulur waktu dan kemudian melupakannya,” ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Jumat (19/6).

Lalu, kepolisian harus tetap melanjutkan proses hukum terhadap para nakhoda dan awak yang diduga melakukan penyelundupan manusia.

“Pada saat bersamaan kepolisian harus terus mendalami pengakuan nakhoda terkait dengan pemberian uang dan kesaksian para pencari suaka. Uang pemberian ke nakhoda dan awak kapal harus disita dan disimpan untuk dijadikan barang bukti bila kelak diperlukan,” ujar dia.

Kemudian, lanjutnya, bila berdasarkan berbagai barang bukti dan penjelasan dari pemerintah Australia terdapat bukti-bukti kuat adanya pemberian uang oleh aparat intelijen negara itu, maka Indonesia perlu mendesak agar Australia melakukan proses hukum terhadap oknum yang melakukan tindakan.

Desakan ini dilakukan mengingat Australia adalah negara peserta dari ‘the Protocol against the Smuggling of Migrants by Land’, ‘Sea and Air’ yang merupakan bagian dari ‘Convention against Transnational Organized Crime’.

Aparat intelijen tersebut dapat dikualifikasikan telah turut serta dalam kejahatan penyelundupan manusia berdasarkan ketentuan Protokol.

Artinya, lanjutnya, penghalauan kapal pencari suaka yang menggunakan uang dan masuk dalam kategori perilaku koruptif merupakan kebijakan pemerintah Australia.

“Tentu ini akan mempermalukan pemerintah Australia di mata dunia,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh: