Jakarta, Aktual.com- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tentang kasus Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua ke Bareskrim Mabes Polri. Adapun total kerugian yang timbul akibat persetujuan kredit itu mencapai angka Rp 351 miliar.

“Kalau BPK diminta penegak hukum, pasti terkait kerugian negara. Jadi ini permintaan Kabareskrim menyelesaikan kasus bank daerah, jadi ada kerugian dari penilaian analisis dan persetujuan kredit yang menyimpang yang akhirnya macet,” jelas Anggota VII BPK Eddy Mulyadi di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Kamis (15/6).

Kedatangan Eddy ke Bareskrim yang didampingi oleh Kabiro Humas BPK, Yuddy Ramdan langsung disambut oleh Kabareskrim Komjen Pol Ari Dono, Pertemuan tersebut berlangsung selama 1 jam mulai pukul 14.25 WIB dan keluar sekitar pukul 15.25 WIB.

Menurut Eddy ada dua kasus yang tengah ditangani oleh Bareskrim terkait pemberian fasilitas kredit BPD Papua ke PT Sarana Bahtera Irja (PT SBI) dan PT Vita Samudra (PT Vitas). Kedua kasus itu menimbulkan total kerugian negara tercatat sebesar Rp 251 miliar.

“Ada dua kasus yang kami serahkan ke Kabareskrim itu, yang satu Rp 270 miliar, yang satunya lagi Rp 81 miliar. Jadi kurang-lebih Rp 351 miliar,” jelas Eddy..

Pada LHP BPK diuaraikan kronologi pemberian fasilitas kredit oleh BPD Papua kepada PT SBI dengan plafon sebesar Rp Rp 313,29 miliar, berupa 8 fasilitas kredit investasi dan 1 fasilitas kredit modal kerja. Sementara pemberian fasilitas kredit ke PT Vitas pada 2013 menggunakan plafon sebesar Rp 111 miliar, berupa 2 fasilitas kredit modal kerja.

Pada kasus ini, BPK menyimpulkan ada penyimpangan pada:
1. Tahap analisis dan persetujuan kredit, antara lain analisis kredit tanpa melalui kunjungan on the spot, rekayasa data keuangan debitur, kelengkapan dokumen tidak memenuhi syarat, penetapan plafon tidak memperhatikan kebutuhan riil proyek yang didanai, dan nilai agunan tidak mencukupi.
2. Pencairan dana dan penggunaan dana kredit, yaitu meliputi pencairan kredit tetap dilakukan meskipun syarat-syarat pencairan tidak terpenuhi.
3. Dana pencairan kredit sebagian digunakan untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan pemberian kredit.
4. Pada saat jatuh tempo, PT SBI tidak dapat melunasi kreditnya sehingga terdapat tunggakan pokok sebesar Rp 222 miliar dan tunggakan bunga Rp 48,25 miliar yang saat ini berstatus macet.

Atas kasus ini, kerugian negara/daerah yang timbul mencapai angka Rp 270,26 miliar.

Sedangkan pada pemberian kredit BPD Papua ke PT Vitas, BPK menyimpulkan terjadi penyimpangan pada:
1. Tahap analisis dan persetujuan kredit, antara lain analisis kredit tanpa melalui kunjungan on the spot, rekayasa data keuangan debitur, kelengkapan dokumen tidak memenuhi syarat, penetapan plafon tidak memperhatikan kebutuhan riil proyek yang didanai, dan nilai agunan tidak mencukupi.
2. Pencairan dana dan penggunaan dana kredit, meliputi pencairan kredit tetap dilakukan meskipun syarat-syarat pencairan tidak terpenuhi.
3. Sebagian pencairan digunakan untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan pemberian kredit, bahkan di antaranya digunakan untuk kepentingan pribadi.
4. Restrukturisasi diberikan meskipun tidak memenuhi persyaratan prospek usaha dan persyaratan agunan.
5. Saat jatuh tempo, PT Vitas tidak dapat melunasi kreditnya, sehingga terdapat tunggakan pokok sebesar Rp 73,09 miliar dan tunggakan bunga Rp 16,03 miliar, yang saat ini berstatus macet.

Adapun Kerugian negara/daerah dalam timbul kasus ini sebesar Rp 89,13 miliar.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs