Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (tengah), bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil (kanan) dan Gubernur BI Agus Martowardojo mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/8). Rapat tersebut membahas penyampaian pokok-pokok RUU tentang APBN TA. 2016.

Jakarta, Aktual.com —Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK) segera diselesaikan pemerintah dan DPR RI. Dalam RUU JPSK tersebut terdapat tiga hal yang akan difokuskan.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan ketiga fokus tersebut yaitu koordinasi pemantauan dan pemeliharaan sistem keuangan; penanganan kondisi tidak normal; serta penanganan permasalahan Bank Sistematically Important baik dalam kondisi keuangan normal maupun tidak normal.

“RUU JPSK memuat penanganan permasalahan bank sistemik yang tak bisa ditangani otoritas sendiri-sendiri sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya,” ujar Bambang kepada Komisi XI DPR RI, Jakarta, Selasa (25/8).

Untuk diketahui, pada 2012 pemerintah sempat mengajukan RUU JPSK, namun ditolak oleh DPR RI karena dirasa memberikan hak kekebalan hukum bagi pejabat.

Untuk lebih lengkapnya, berikut perbandingan substansi RUU JPSK 2012 dengan 2015:

1. Ruang lingkup RUU JPSK yang lama mencakup perbankan, asuransi, dan pasar SBN. Dalam RUU JPSK baru hanya berfokus pada perbankan karena sektor perbankan merupakan sendi utama sistem pembayaran yang bisa bermasalah dan mengancam ekonomi.

2. Penetapan bank berdampak sistemik ditetapkan oleh Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ketika bank mengalami masalah. Pada RUU JPSK 2015 ditetapkan sebelumnya atau pre-determent oleh otoritas pengawas setelah korodinasi dengan Bank Indonesia.

3. Untuk meminimalkan dana publik penanganan bank dengan private solution, dengan pemulihan dan penyehatan (recovery plan) yang disusun oleh bank dan disetujui oleh OJK.

4. Masalah solvabilitas dalam metode ini disertai penanganan bank oleh LPS, yakni pengalihan aset dan kewajiban, purchase, dan bank perantara. Kedua metode ini dinilai lebih efektif dan meminimalkan biaya penanganan bank.

5. Tidak ada pasal imunitas bagi pengambil kebijakan, namun agar dibenahi dan diusulkan ada pendampingan hukum.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka