Jakarta, Aktual.com — Mahkamah Konstitusi memulai menggelar sidang untuk memutuskan nasib Otoritas Jasa Keuangan. Sidang pembacaan putusan Nomor 25/PUU-XIII resmi itu sudah dimulai sejak siang tadi.

Gugatan diajukan tahun lalu oleh Tim Pembela Ekonomi Bangsa (TPEB), meminta MK untuk menghapus atau mengganti UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, terutama Pasal 1 angka 1, lalu Pasal 5, 6, 7, 37, 55, 64, dan 65. Pasal tersebut berintikan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor keuangan dan perbankan.

Namun TPEB menilai, pasal tersebut justru bertentangan dengan ketentuan Pasal 23 D dan Pasal 33 D UUD 1945 yang menuliskan fungsi pengaturan dan pengawasan bank merupakan kewenangan Bank Indonesia (BI). Para penggugat juga meminta OJK dibubarkan sebagai otoritas industri jasa keuangan.

Jika tak bisa dibubarkan, maka OJK dianjurkan hanya mengatur pengawasan Industri Keuangan Nonbank (IKNB) dan memang belum ada lembaga yang mengatur secara resmi, sementara untuk pengawasan pasar modal dikembalikan ke Bapepam-LK dan perbankan ke BI.

Namun demikian, dalam putusannya MK menguatkan peran OJK. Dengan demikian, lembaga yang diketuai Muliaman Hadad tidak dibubarkan sebagaimana diminta penggugat.

“Mengabulkan permohonan untuk sebagian, menghapus frasa ‘bebas dari campur tangan pihak lain’ dalam UU OJK yang bertentangan dengan UU 1945,” kata Ketua MK Arief Hidayat di Gedung MK, Selasa (4/8).

Majelis hakim juga menganggap keberadaan UU OJK sesuai dengan amanat konstitusi. Bahkan MK mengakui independensi sesuai dengan UUD 45. “Independensi OJK tidak terbatas tapi dibatasi hal-hal yang secara tegas diatur oleh UU OJK sendiri,” ujar Patrialis.

Hakim pun menolak permintaan penggugat soal gugatan permintaan untuk meniadakan OJK. “Selain dan selebihnya menolak permohonan pemohon,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu