Deputi Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Apung Widadi

Jakarta, Aktual.com – Fenomena rangkap jabatan di posisi komisaris BUMN dengan posisi di kementerian/lembaga baik dari eselon I maupun eselon II kian marak di bawah Menteri BUMN Rini Soemarno.

Padahal rangkap jabatan ini akan menciptakan konflik kepentingan dan bahkan perilaku-perilaku koruptif di perusahaan pelat merah itu. Tak aneh jika belakangan, banyak direksi BUMN yang tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gara-gara kasus korupsi.

“Kami sangat menyayangkan, Menteri Rini menempatkan komisarisnya di BUMN masih rangkap jabatan. Padahal kami lihat, konflik kepentingan itu enggak akan efektif dalam pengawasan BUMN itu,” sesal Deputi Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Apung Widadi kepada Aktual.com, Jumat (2/6).

Menurut Apung, kemungkinan alasan pemerintah banyak menempatkan komisaris BUMN, kendati rangkap jabatan itu agar dapat memantau BUMN, lebih khusus karena mereka pemegang saham.

“Alasan itu mungkin lebih baik, tapi kalau ada alasan lain yang hanya pada menciptakan korupsi sangat disayangkan. Apalagi praktik rangkap jabatan secara regulasi dilarang,” jelasnya.

Memang di UU BUMN belum diatur soal rangkap jabatan, tapi di UU Ombudsman dan UU Pelayanan Publik, rangkap jabatan jelas dilarang. Belum lagi kalau bicara anggaran, jelas sangat membebani kas negara.

“Jadi FITRA melihat, dengan praktik rangkap jabatan itu telah memboroskan keuangan negara dan BUMN karena adanya gaji ganda,” tegas Apung.

Untuk itu, kata dia, pemerintah harus mulai terbuka dengan maraknya kasus korupsi. Karena kondisi itu terjadi tak lain, gara-gara ada konflik kepentingan akibat rangkap jabatan.

“Sebab, konflik kepentingan adalah pintu awal adanya korupsi di BUMN,” pungkas Apung.

Pewarta : Busthomi

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs