Jakarta, Aktual.com – Pengamat energi dari Independent Counterpart for Energy and Enviromental Solution (ICESS), Herman Darnel Ibrahim menilai wacana pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Muria perlu ditinjau ulang. Pasalnya, hasil dari beberapa kajian menunjukkan bahwa PLTN yang berlokasi di Muria belum terlalu diperlukan hingga tahun 2.100 mendatang.

Undang-Undang No 30 tentang energi menyebutkan nuklir didefinisikan sebagai energi baru, sedangkan dalam forum energi internasional nuklir tidak termasuk energi baru. Walupun pernah ada sasaran energi baru sebesar 5% pada 2025 sampai dewasa ini belum pernah ada rencana resmi dari Pemerintah. Sedangkan dalam Kebijakan Energi 2006-2025 sesuai PP N0. 5 Tahun 2006, dicantumkan sasaran energi baru yang termasuk nuklir sebesar 5% pada 2025. Dalam KEN 20150 PP 79 Tahun 2014 PLTN adalah pilihan terakhir.

“Ada lima alasan utama PLTN belum dibutuhkan saat ini. Pertama, biaya investasi untuk membangun PLTN sangat mahal. selain itu, biaya penyediaan listrik akan lebih mahal dibanding PLTU Batubara maupun Pembangkit berbahan gas. Biaya produksi listrik PLTN diperkirakan sekitar 12-14 cent per KwH, sedangkan PLTU batubara sekitar 5-9 cent per KwH,” kata Herman di Jakarta, Kamis (18/10).

Dari sisi sumberdaya energi, saat ini Indonesia memiliki bahan bakar yang lebih murah dari PLTN. Salah satunya adalah Batubara yang diekspor hingga China. Lain halnya apabila Indonesia tidak memiliki pilihan sumberdaya energi lain untuk memasok listrik, maka PLTN merupakan pilihan terakhir.

“Selain itu, posisi Indonesia yang berada di cincin api pasifik (Pacific ring of fire) meningkatkan risiko bencana alam yang lebih tinggi. Apalagi jika terjadi kecelakaan PLTN fatal, maka negara terancam lumpuh bahkan bangkrut,” terangnya.

Menurutnya, kebutuhan listrik Indonesia hingga tahun 2100 masih bisa mengandalkan batu bara dan gas alam, sumberdaya energi tersebut lebih ekonomis dibandingkan energi nuklir. Bahkan ketersediaan batu bara maupun gas yang dimiliki Indonesia pun terbilang tinggi.

“Sumber daya alam yang tersedia di Indonesia masih banyak sekali, seperti batu bara, gas alam. Harganya lebih murah dibandingkan harus menggunakan nuklir,” terangnya.

Dijelaskannya, Indonesia hanya memiliki satu dari tiga ciri menonjol beberapa negara yang menggunakan PLTN sebagai sumber energi listrik, yaitu jumlah penduduk lebih dari 100 juta. Padahal ada alasan lain yang mengikuti, seperti tidak memiliki sumberdaya selain PLTN dan pengembangan PLTN untuk menguasai teknologi dan menjadikannya sebagai sumber perekonomian. Menyinggung risiko bencana alam yang dapat menimbulkan kerusakan pada PLTN, Gempa dan tsunami Palu-Donggala seharusnya menjadi pertimbangan sebelum merealisasikan pembangunan PLTN.

“Indonesia terletak di ring of fire yang mana banyak bencana alam yang terjadi, itu cukup membahayakan PLTN. Bila terjadi kebocoran radiasi nuklir, itu bisa sangat berdampak pada masyarakat umum. Intinya banyak hal yang harus dipertinbangkan dan yang paling utama adalah keselamatan masyarakat. Itu kenapa PLTN adalah pilihan terakhir,” jelasnya.

Pakar Geologi, Surono mengungkapkan berdasarkan analisa yang dilakukan, kemungkinan gunung Muria meletus selama 200 tahun adalah 0,4 persen. Ketika Gunung Muria meletus maka dampak yang ditimbulkan pasti tidak bisa diatasi lagi, polanya hampir sama dengan letusan Gunung Merapi.

“Sebetulnya yang paling aman itu ada di Kalimantan. Tapi Kalimantan juga terkena bencana banjir. Bahkan gempa Makassar bisa juga berdampak hingga Kalimantan,” jelas Surono.

Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Febby Tumiwa mengatakan, Pada era 80-an ada wacana pembangunan PLTN di kawasan Gunung Muria, tetapi setelah tsunami dan gempa di Yogya pada 2006 dan di lakukan studi ulang, ternyata ditemukan sesar atau patahan di Muria.

“Artinya, bila pembangunan tetap dilakukan maka akan merugikan dan memberikan dampak buruk pada lingkungan. Apalagi, Indonesia berada di daerah pusat gempa atau ring of fire. Selain itu, biaya pembangunan dan harga jual yang mahal harus menjadi pertimbangan pemerintah sebelum membangun PLTN,” kata Fabby

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka