Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen Anjlok dari 70,7 Persen ke 21,5 Persen. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menailai menurunnya daya beli masyarakat merupakan bentuk nyata dari masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia saat ini. Dirinya pun mematahkan dalih pemerintah yang selama ini kerap mengklaim adanya shifting pembelian dari transaksi offline ke online.

“Bagi buruh, daya beli turun itu riil ya. Tentang ada shifting iya, tapi enggak ada pengaruh,” ujarnya ketika dihubungi Aktual di Jakarta, Jum’at (27/10).

Said Iqbal mengatakan bahwa seharusnya pemerintah tidak menutup mata terhadap penurunan omzet pedagang di beberapa pusat perbelanjaan di Jakarta dalam beberapa waktu terakhir. Menurutnya, hal tersebut merupakan cerminan dari turunnya daya beli masyarakat.

“Pasar tanah abang waktu lebaran kemarin omzetnya turun 30 persen. Iya kan?” kata Said Iqbal.

Selain itu, Said Iqbal juga menyebut kenaikan tarif listrik 900 VA pada tahun ini sebagai faktor lain yang membuat daya beli masyarakat turun. Kenaikan tarif listrik yang tidak dibarengi kenaikan upah membuat buruh yang notebene sebagai kelompok terbanyak dalam masyarakat, lebih irit dalam berbelanja.

“Misalnya, pada 2017 upah buruh Rp3,5 juta, bayar listrik Rp400 ribu. Nah ketika bayar listrik naik jadi Rp600 ribu, itu sudah mengurangi konsumsi sebesar Rp200 ribu,” jelasnya.

Selain itu, Said Iqbal juga menegaskan bahwa turunnya daya beli masyarakat dapat dilihat dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai konsumsi rumah tangga pada tahun ini. Ia menambahkan bahwa dari data tersebut, pemerintah seharusnya mengakui bahwa daya beli masyarakat memang turun.

“Rata-rata konsumsi rumah tangga di Indonesia dalam 10 tahun terakhir itu 5,1%, tapi 2017 hanya 4,7 persen, kan turun (daya belinya),” pungkasnya.

Selain itu, survei Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa pertumbuhan kredit baru pada triwulan III-2017 mengalami perlambatan. Hal tersebut terindikasi dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) permintaan kredit baru pada triwulan III-2017 hanya mencapai 77,9 persen, menurun 6,9 persen dari 84,8 persen pada triwulan sebelumnya.

BI menyebut perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi disebabkan melambatnya permintaan Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/KPA). Pada triwulan II 2017, KPR/KPA mencapai 70,7 persen anjlok hampir 50 persen ke 21,5 persen.

Selain itu, permintaan kartu kredit mengalami penurunan, dari 9,1 persen pada triwulan sebelumnya, menjadi (minus) – 7,0 Persen. Bahkan Kredit Tanpa Agunan (KTA) mengalami penurunan 29,3 persen, dari 29,4 persen menjadi minus (-) 0,1 persen. (Baca: Survei BI: Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen Anjlok dari 70,7 Persen ke 21,5 Persen)

(Reporter: Teuku Wildan)

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan
Eka