Jakarta, Aktual.com-Ketua Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan munculnya polemik perjalanan umrah dengan biaya murah, tak bisa menyalahkan masyarakat, lantaran msyarakat sangat sensitif dengan harga yang ditawarkan.
“Masyarakat tidak bisa disalahkan, mereka sangat sensitif terhadap harga. Artinya kalau ditawarkan harga lebih murah, apapun komoditasnya akan tergiur,” ujar Tulus di Jakarta, Jumat (22/9).
Masyarakat semestinya kata dia mengedukasi diri terkait harga, terutama soal umrah. Ada standar tidak tertulis yang menyebut jika harga nominal paling ‘aman’ untuk umrah sekira Rp 19juta. Jika di bawah harga itu, kemungkinan besar bakal menimbulkan masalah.
Hal ini kata dia seperti yang dialami oleh calon jemaah First Travel atau Kafillah Rindu Ka’bah. Ribuan calon jemaah gagal berangkat karena tergiur ongkos yang murah. Oleh karena itu, pemerintah harus ketat melakukan pengawasan soal biaya biro umrah.
Bila perlu, kata dia perlu ada sanksi khusus untuk mengawasi ketentuan harga umrah.
“Tentu masyarakat kita tuntut untuk rasional. Tapi yang lebih fundamental adalah pengawasan dari pemerintah, karena pemerintah yang memberi izin,” ujar Tulus.
Lebih lanjut kata dia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pun perlu diajak berkoordinasi oleh Kemenag. Sebab masalah umrah merupakan persaingan antara pihak swasta sehingga harus diatur lebih detail oleh regulator.
Kegiatan umrah sebagai sumber ekonomi di Indonesia sendiri tidak bisa diabaikan. Sesuai data YLKI, ada 800 ribu WNI menjalankan ibadah umrah tiap tahun.
“KPPU juga harusnya diajak konsultasi karena ini menyangkut persaingan usaha. Saya kira fair jika KPPU dilibatkan,” tukas Tulus.
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs