Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta, Rizal Ramli dan Bakal Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Mardani Ali Sera saat diskusi polemik dengan tema, Sinema Politik Pilkada DKI Jakarta di Warung Daun, Jalan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/9). Perlu diketahui, kursi Gerindra dan kursi PKS memang cukup untuk mencalonkan satu pasang Cagub dan Cawagub DKI pada Pilkada 2017. Kursi Gerindra sebanyak 15 kursi dan PKS sebanyak 11 kursi sehingga berjumlah 26 kursi dan lebih dari 22 kursi sesuai dengan perundang-undangan. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Ekomon Indonesia, Rizal Ramli merasa heran kepada lembaga legislatif yang seakan tidak peka dan cenderung terkesan tidak memandang Revisi Udang-undang No 20 Tahun 2097 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai pelanggaran hak-hak rakyat.

Pasalnya dalam rancangan revisi yang diusulkan oleh pemerintah tersebut akan mengenakan pungutan pada sektor-sektor yang seharusnya diperoleh rakyat secara gratis karena rakyat telah membayar pajak dan berhak menerima layanan mendasar dari pemerintah.

Adapun pungutan yang dinilai terlalu berlebihan terhadap rakyat yaitu berupa pungutan pernikahan, perceraian dan rujuk. Selain itu pemerintah juga melakukan pungutan pada sektor pendidikan dan kesehatan.

Pada sektor pendidikan contohnya; pemerintah memungut biaya ujian penyaringan masuk perguruan tinggi.

Karenanya sikap tumpulnya daya kritis DPR ini menjadi pertanyaan Rizal. Dia membandingkan di Parlemen Amerika Serika, isu pungutan terhadap rakyat menjadi persoalan sensitif dan akan menjadi pembahasan panas dan sengit untuk menguji argumentasi setiap wacana pungutan terhadap rakyat.

“Misalnya beda Partai Republik dan Demokrat di Amerika Serikat. Partai Republik selalu memperjuangkan pajak orang kaya dikurangi, pajak fasilitas golongan menegah ke bawah juga dikurangi. Demokrat sebaliknya. Nah di Indonesia saya mau bertanya, partai-partai, apa aja sih yang diomongin?,” kata Rizal di Jakarta, Rabu (1/11).

“Kok bisa ada draf uu sembunyi-sembunyi yang akan digolkan dan akan membebankan rakyat, tapi parta-parta nggak jelas kemana. Sama sekali tidak membahas hal yang penting ini,” sesal Rizal.

Karenanya Rizal pun kemudian mengaitkan sikap bungkamnya parlemen dengan persetujuan alokasi dana pembangunan Gedung DPR melalui APBN 2018.

“Saya tidak mau Su’udzon. Menterin Keuangan kita sudah menyepakati Gedung DPR Rp 5,7 Triliun masuk APBN 2018. Itulah penjelasannya kenapa partai-partai diam. Mereka tidak peduli bahwa rakyat akan dibebani dengan berbagai pungutan,” tegas Rizal.

Karenanya Rizal Ramli teriak dan menyerukan para wakil rakyat agar membatalkan anggaran pembangunan gedung DPR senilai Rp 5,7 Triliun tersebut.

“Menurut saya, Gedung DPR baru kami minta dibatalkan. Ini merupakan penyogokan Pemerintah kepada DPR untuk menggolkan UU yang akan bikin susah rakyat,” pungkas dia.

 

Pewarta : Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs