Jakarta, Aktual.com — Sebagai kota megapolitan sekaligus Ibu Kota, Jakarta menjadi tempat perputaran rupiah dengan arus yang tinggi. Tak ayal, dengan melimpahnya dana yang besar, segala bangunan pun didirikan bahkan, di ujung laut pun sebuah apartemen bisa didirikan.
Seperti tanpa henti, Jakarta terus saja membangun, hingga di satu titik, Jakarta kehabisan lahan. Terutama, lahan hijau.
Meski begitu, rupanya, Pemprov DKI maupun swasta masih doyan membangun infrastruktur, terutama apartmen yang tinggi harganya. Tak ayal, jika untuk membangun nafsunya, lahan pemukiman miskin jadi sasaran. Selain dianggap murah, juga dianggap tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Seperti di Kampung Pulo, Bukit Duri ataupun Kalijodo.
Pemerhati Jakarta, Ghaez Chalifah kepada Aktual.com mengatakan, kebijakan pembangunan yang Ahok tunjukan sama sekali tidak berpihak kepada masyarakat kecil. Pasalnya, Ahok dalam menelurkan kebijakan sama sekali tidak memikirkan kehidupan warganya yang kecil.
“Dia (Ahok) hanya memberikan ruang kepada pemiliki modal untuk memiliki akses langsung terhadap tanah Jakarta,” ucapnya kepada Aktual.com, Jakarta, Minggu (27/3).
Terlebih, sambung Ghaez, dalam melakukan penggusuran yang katanya untuk revitalisasi jalur hijau ataupun normalisasi sungai, Ahok cenderung otoriter dengan menurunkan pasukan pengamanan negara, TNI dan Polri. Sontak, warga yang melihat merasa terintimidasi, takut.
“Itu bentuk kekejaman. Bagaimana dia tidak mau ada proses dialog pada penggusuran Kalijodo. Dia tarik lah TNI, dia tarik lah polisi, untuk menghajar seluruh rakyat di sana (Kalijodo),” tambah Ghaez.
Belum puas melakukan penggusuran paksa, lanjut Ghaez, Ahok menaikkan harga sewa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mana, masyarakat lumpen proletar takkan sanggup membayarnya.
“Naiknya harga PBB yang luar biasa, orang miskin tidak akan mempunyai kemampuan untuk membayar itu apalagi membeli tanah di Jakarta,” tuturnya.
Masih soal tanah, menurut Ghaez, Ahok juga sedang mengakal-akali rakyat miskin dengan mengeluarkan kebijakan PBB Rp 0 untuk harga rumah di bawah Rp 1 milyar. Yang katanya, bertujuan agar rakyat kecil tidak terbebani dengan pajak PBB.
Namun kata Ghaez, kebijakan tersebut hanyalah permainan NJOP, guna menekan pembelian lahan-lahan kecil yang diperuntukan untuk tempat tinggal kalangan menengah-bawah atau lain kalimat, hanya berpihak kepada kaum menengah-atas.
“Dengan NJOP yang tinggi, otomatis yang gratis (dari PBB) kan semakin sedikit,” ujarnya.
Ghaez mencontohkan, seperti halnya barang-barang yang ada di mall yang bertuliskan diskon besar-besaran. Oleh pemiliknya, kata Ghaez, barang tersebut sudah lebih dulu dinaikkan harganya sebelum dilabeli ‘diskon’.
“Semuanya sudah terbaca, cuman dikesankan kita seolah-olah dungu, enggak ngerti yang gitu-gitu,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka