Jakarta, Aktual.com – Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada yang juga Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Fahmy Radhi mengatakan sejumlah agenda Pertamina akan menguji Profesionalitas Elia Massa Manik untuk membuktikan kemampuan manajerialnya dalam memimpin.
Tidak hanya aksi korporasi dalam mencapai kinerja keuangan, tetapi juga dalam mencapai kinerja penugasan negara di bidang Migas. Tentunya, permasalahan perusahaan di Pertamina jauh lebih sulit dan komplek ketimbang permasalahan yang dihadapi oleh Elia Massa Manik sewaktu menangani Holding BUMN Perkebunan.
Menurut Fahmy Radhi, agenda pertama yang harus dibereskan oleh Elia adalah meningkatkan soliditas organisasi Pertamina, utamanya mengatasi permasalahan perkubuan sebagai dampak ‘Matahari Kembar’ di semua lini organisasi.
“Elia harus bisa merangkul dan menyatukan kembali kedua pihak untuk bersama-sama bekerja secara solid dalam mencapai tujuan Pertamina. Agar proses penyatuan kembali bisa dicapai tanpa ganguan berarti, Elia sebaiknya untuk sementara jangan melakukan perombakan struktur organisasi dan mengganti manajerial staff, baik pergantian pada level Direksi dan Vice President, maupun pada level Manajer dan Kepala Divisi,” ujarnya secara tertulis, Selasa (21/3).
Adapun hal kedua, dia menyarankan agar Elia melanjutkan aksi korporasi yang telah dilakukan Direktur Utama sebelumnya dalam meningkatkan efisiensi biaya di segala bidang. Lantaran, peningkatan laba Pertamina 2016 hingga mencapai 122 persen dibanding tahun sebelumnya diperoleh bukan dari peningkatan pendapatan, tetapi dari pencapaian efisiensi biaya.
Selanjutnya kata Fahmy, Elia harus melanjutkan upaya penambahan kapasitas kilang minyak, baik dalam proyek Refinery Development Master Plan (RDMP), maupun pembangunan Kilang Minyak baru. Pasalnya, sudah hampir 20 tahun, Pertamina tidak pernah membangun Kilang Minyak sama sekali. Padahal kilang yang dioperasikan selama ini merupakan kilang-kilang yang sudah tua-renta. Penambahan kapasitas Kilang Minyak, tidak hanya mengurangi ketergantungan impor BBM yang menguras devisa negara, tetapi sekaligus dapat ‘memagari’ Mafia Migas dalam pemburuan rente dari impor BBM.
Lebih lanjut, Elia dituntut membuat terobosan dalam menjalakan penugasan Pemerintah secara efektif dan efisien. Pertamina harus memperbaiki sistim distribusi dalam penyaluran BBM dan LPG untuk memenuhi konsumsi masyarakat.
“Untuk itu, Pertamina perlu mengembangkan Supply Chain Management (SCM) yang dapat mengintegrasikan supplier, perusahaan dan konsumen serta semua pihak yang terlibat dalam SCM,” ujarnya.
Tak hanya itu sebagai perusahaan yang menjadi representasi negara dalam menjalankan amanah konstitusi, utamanya pasal 33 UUD 1945, Pertamina harus bisa mengoptimalkan kontribusinya, sehingga mampu memberikan manfat sebesarnya bagi kemakmuran rakyat.
Oleh karenanya tegas Fahmy, semua komponen bangsa sebaiknya memberikan kesempatan luas bagi Elia untuk membuktikan kemampuan profesionalitasnya. Salah satu indikator kebrhasilan Elia dalam mempimpin Pertamina adalah membesarkan Peretamina hingga mampu memberikan kontribusi bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai amanah konstitusi.
“Untuk mecapai indikator itu, Elia harus punya integritas dan keberanian melawan berbagai bentuk intervensi secara independen. Tanpa integritas dan keberanian Elia dalam secara membendung intervensi tersebut, dikhawatirkan Elia justru ikut berperan menjadikan Pertamina sebagai sapi perahan. Kekhawatiran inilah yang harus dihindari semaksimal mungkin oleh Elia dalam mempimpin Pertamina,” tandasnya.
Laporan: Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan