Jakarta, Aktual.com — Anggota parlemen dari Partai Golkar Muhammad Misbakhun mengaku telah mengusulkan tiga Rancangan Undang-undang Perbankan, yang akan merevisi Undang-undang Nomor 10/1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7/1992 tentang Perbankan.

“Pertama, kepemilikan saham pada unit usaha bank akan diatur dan dibatasi maksimum 20 persen baik itu oleh kepemilikan pengusaha nasional ataupun asing,” kata Misbakhun di Jakarta, Jumat (9/10).

Kemudian yang kedua, lanjut Misbakhun cakupan aset bank asing dan bank-bank yang dimiliki oleh asing dibatasi maksimum 30 persen, dari total aset industri perbankan nasional.

“Ini untuk menghindari dikuasainya aset penting nasional oleh bank asing, ataupun bank nasional tapi dikuasai asing,” ujarnya. Selain itu, kata dia, kantor cabang bank asing di Indonesia juga harus menjadi badan usaha yang berbadan hukum Indonesia.

Sedangkan yang ketiga, lanjut dia, bank hanya boleh memiliki dua anak perusahaan di industri jasa keuangan nasional. Hal ini untuk mengendalikan risiko bagi induk usaha jika terjadi gangguan pada industri keuangan.

Anggota Komisi XI yang membidangi Keuangan dan Perbankan ini mengklaim usulan itu merupakan cara untuk memperkuat industri perbankan, sekaligus meningkatkan fungsi intermediasi perbankan guna mendukung pembangunan nasional.

“Selain itu, ini untuk membawa manfaat bagi pengusaha nasional sehingga kepentingan nasional tetap terjaga dengan baik,” ujarnya.

Menurut dia, saat ini industri perbankan nasional sudah sangat liberal, terindikasi dari kepemilikannya yang banyak dikuasai oleh pihak asing. Padahal risiko di industri perbankan, seperti jika terjadi krisis, akan menjadi risiko yang lebih banyak dihadapi pemerintah.

“Untuk itu perlu adanya desain ulang atas arsitektur industri perbankan nasional dengan adanya revisi RUU Perbankan ini,” ujarnya.

Proses RUU Perbankan inisiatif DPR saat ini masih dalam tahap pembahasan. Pada Juni lalu, tim Panja RUU Perbankan telah mengharmonisasikan antara peraturan pada dua UU sebelumnya, untuk dimatangkan dengan usulan-usulan baru.

Terkait harmonisasi itu, parlemen telah meminta masukan dari berbagai pemangku kepentingan seperti Ikatan Bankir Indonesia (IBI), Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Koalisi Responsi Bank Indonesia (KRBI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI), dan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).

DPR menargetkan UU Perbankan yang baru dapat disahkan pada 2015.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu