Jakarta, Aktual.com – Dalam kajian ilmu Fiqih, sering kali kita menemukan perbedaan-perbedaan pendapat para ulama dalam menentukan hukum, syarat ataupun rukun dalam suatu permasalahan.
Pada umumnya, perbedaan pendapat mereka didasarkan pada dalil-dalil yang bersifat Dzhan (dugaan) bukan pada dalil-dalil yang bersifat Qoth’I (pasti).
Mereka berbeda pendapat dikarenakan beberapa faktor, yaitu:
Pertama, Perbedaan memaknai lafazh-lafazh arab.
Faktor pertama yang menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat yaitu perbedaan mereka dalam memaknai setiap lafazh dalam al-Quran. Karena lafazh yang terdapat dalam al-Quran bisa saja bersifat global atau muayyan, terkadang juga ada yang umum dan khusus, atau antara majaz dan hakikat, atau antara hakikat dan urf’, dan lain-lain.
Seperti contoh pada ayat Fathir, sebagai berikut:
إِلَيْهِ يَصْعَدُ ٱلْكَلِمُ ٱلطَّيِّبُ وَٱلْعَمَلُ ٱلصَّٰلِحُ يَرْفَعُهُ
“Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya,” (QS. Fathir: 10).
Ulama-ulama ahli fiqih berbeda pendapat tentang fa’ilnya, apakah kalimat al-kalim atau justru al-a’mal.
Kedua, Perbedaan riwayat.
Seperti hadits yang diterima oleh para ahli fiqih, akan tetapi hadits tersebut ada yang sampai kepada seorang ahli fiqih dan tidak didapatkan oleh ahli fiqih yang lain.
Ada juga yang berpendapat bahwa suatu hadits baru bisa diamalkan asal memenuhi beberapa syarat yang tidak disyaratkan perawi lainnya.
Contoh Hadits Mursal, ada beberapa ulama fiqih yang menolak hadits mursal dijadikan sebagai hujjah ada juga yang menerimanya.
Ketiga, Perbedaan Sumber Pengambilan Dalil.
Perbedaan-perbedaan sumber pengambilan dalil ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan hasil akhir dalam hukum fiqih. Perbedaan sumber pengambilan dalil itu seperti istihsan, mashlahah mursalah, qaul (ucapan) sahabat, istishab, sad dzara’I dan lain sebagainya.
Para ulama ada yang menjadikan maslahah mursalah sebagai sumber pengambilan dalil ada juga yang tidak menjadikannya sebagai sumber pengambilan dalil. Hal inilah yang menjadi faktor perbedaan pendapat ulama.
Keempat, Ijtihad dengan Qiyas.
Faktor inilah yang menjadikan faktor yang sangat luas adanya perbedaan pendapat para ulama. Sebab, Qiyas ini memiliki dasar, syarat-syarat dan illat. Illat sendiri memiliki beberapa syarat dan langkah. Semua hal itu merupakan ajang perselisihan para ulama.
Itulah beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat dikalangan ulama, akan tetapi perbedaan tersebut merupakan rahmat dari Allah SWT asalkan perbedaan yang terjadi tidak berkaitan dengan masalah ushul (pokok) dalam agama.
Adapun ushul dalam agama adalah wajibnya shalat, syahadat puasa ataupun jumlah setiap rakaat dalam shalat. Hal-hal tersebut jika seorang muslim menolak atau bahkan berbeda pendapat bisa menyebabkan dirinya tergolong kepada kaum kafir.
اختلاف أمتي رحمة
“Perbedaan pendapat pada umatku adalah rahmat.”
Waallahu a’lam
(Rizky Zulkarnain)
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra