“Intinya bagaimana kita memiliki sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, atau sesuai dengan kebutuhan untuk mendorong wirausaha. Itu kunci pertama,” kata Hanif yang juga politikus PKB itu.
Menurut Hanif yang ingin mengajar purna menjabat menteri, kunci kedua adalah meningkatkan kuantitas SDM yang berkualitas di berbagai bidang untuk menggerakkan ekonomi.
Selain itu, Hanif menyebut kunci ketiga adalah sumber daya manusia yang telah terbangun itu harus tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
“Kalau sekarang kita melihat kepada gap antara satu daerah dengan yang lain. Mungkin di Jakarta banyak, tapi di daerah yang lain mungkin bisa kekurangan malah,” ujar dia.
Ia mengatakan peningkatan kualitas dan kuantitas SDM akan menjadi daya saing Indonesia di kancah global. “Karena dengan begitu berarti produktivitas akan naik,” kata dia.
Selain itu, Hanif juga menjelaskan tantangan di sektor ketenagakerjaan Indonesia, yakni ekosistem ketenagakerjaan yang harus lebih fleksibel.
Ekosistem yang fleksibel itu, kata dia, mendorong penciptaan lapangan kerja yang lebih banyak dan berkualitas, lalu pembangunan SDM, baik skilling, upskilling, maupun reskilling, perlu digenjot untuk memastikan kualitas SDM yang baik dan jumlah SDM yang memadai.
“Para siswa atau perwakilan yang dikirim ke luar negeri seringkali mendapat medali di kompetisi internasional, tapi kualitas ini hanya dimiliki sebagian kelompok, karena 58 persen kelompok kerja di Tanah Air hanya mengenyam pendidikan hingga SD atau SMP,” katanya.
Selain itu, jumlah tenaga kerja Indonesia yang punya keahlian dan dibutuhkan dunia industri masih kecil. “Investor alami kesulitan di daerah, butuh tukang las 100 orang saja susahnya setengah mati. Di Morowali nyari 2000 sopir truk, cuma 8 orang padahal syaratnya cuma SIM B2,” katanya.
Yang tak kalah penting adalah pemerintah daerah juga berperan, diantaranya memberikan pelatihan untuk kelompok pekerja miskin guna meningkatkan kemampuan (upskilling), memberi pelatihan bagi lulusan SMK atau vokasi dan lainnya. “Anggaran pusat terbatas, karena itu daerah harus berperan dalam investasi SDM,” katanya.
Tentu, semua itu akan menjadi tantangan bagi Ida. Yang jelas, Ida Fauziyah adalah sosok perempun dan santri yang tentu tersirat harapan untuk “pendekatan” baru dalam ketenagakerjaan kedepan.
Artikel ini ditulis oleh: