Surabaya, Aktual.com – Diduga akibat dari perlakuan kasar polisi, Suharto (68), warga Tempel Sukorejo I/89B Surabaya, yang menjadi korban salah tangkap pun tewas.

Hari, keponakan Suharto mengatakan bahwa kejadian bermula pada hari Rabu kemarin. Saat itu anggota reskoba dari Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya menangkap Devi Utomo (30) yang rumahnya masih satu lahan petak dengan rumah Suharto.

Polisi melakukan penggeledahan di dapur umum rumah petak, polisi menemukan plastik klip dan suntik.

Suharto yang kebetulan berada di samping Devi, menjelaskan bahwa plastik klip itu milik istrinya yang biasa digunakan untuk mengemas sambal.

Sementara mengenai suntikan, Suharto menjelaskan bahwa alat tersebut digunakan untuk memandikan burung merpatinya. Namun, penjelasan Suharto tidak digubris polisi.

“Polisi itu malah menuduh paman saya ikut terlibat dan menyeretnya ke luar menuju mobil polisi.” kata Hari, (24/2).

Saat diseret keluar, Sumarlin, ibu kandung Hari sempat mencegah polisi agar tak membawa Suharto. Namun, polisi justru membentak dan menyundul kepala Sumarlin.

Dan bersamaan dengan itu, Suharto tiba-tiba terjatuh dan muntah darah hingga kemudian pingsan. Suharto, diduga asmahnya kambuh lantaran tak kuat menahan lengan polisi yang melingkari leher Suharto.

Saat Suharto roboh, polisi justru membiarkan Suharto tergeletak dan meninggalkannya sambil membawa Devi pergi.

Oleh keluarga, Suharto langsung dibawa ke RS William Booth. Namun, pada akhirnya Kamis (23/2), Suharto menghembuskan nafas terakhir dan dimakamkan pada Hari Jumat.

Sementara Kasat Narkoba Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, AKP Redik Tribawanto, saat dikonfirmasi justru mengaku tidak tahu jika ada anak buahnya yang menganiaya korban atas nama Suharto hingga tewas.

“Lho saya belum tahu. Cuma yang kita tangkap adalah Devi. Tidak ada salah tangkap. Kalau atas nama Suharto, saya tidak tahu.” kata AKP Redik.

AKP Redik menjelaskan, jika anggotanya memang menangkap tersangka kasus narkoba atas nama Devi dengan barang bukti 0,32 gram sabu.

Laporan: Ahmad H Budiawan

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid