Jakarta, Aktual.co — Perkapalan sebagai sub-sektor kemaritiman Indonesia dinilai kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Padahal jika pemerintah ingin mendorong sektor kemaritiman, sub-sektor perkapalan adalah hal yang utama.
Ketua Umum Indonesian National Shipowner Association (INSA), Carmelita Hartoto mengatakan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia tidak akan berjalan jika industri perkapalan juga ‘mandek’. Menurutnya, selama ini industri perkapalan masih menyimpan sejumlah hambatan.
“Produktivitas buruh bongkar muat kita rendah, jenis tarif kepelabuhanan terus meningkat, antrean kapal di berbagai pelabuhan, akses keluar-masuk pelabuhan buruk, peralatan bongkar muat sudah tua,” ujar Carmelita saat diskusi di Kemenko Perekonomian Jakarta, Selasa (10/2).
Lebih lanjut dikatakan dia, pajak yang dikenakan pada kapal Indonesia dinilai memberatkan.
“BBM kita dari Pertamina juga kena pajak, harganya juga lebih mahal, ini kasihan sekali industri kapal kita,” jelasnya.
Hambatan lainnya menurut Carmelita yaitu produktivitas bongkar muat yang rendah, kapasitas pelabuhan yang terbatas, kemacetan menuju pelabuhan, produktivitas bongkar muat peti kemas rendah, dan lapangan untuk penumpukan peti kemas yang terbatas.
“Untuk itu kita butuh bantuan, kebutuhan investasi kita sebesar Rp57,31 triliun. Ini bisa digunakan untuk pengadaan kapal-kapal di Indonesia,” kata dia.
Menurutnya, kebutuhan investasi Rp57,31 triliun tersebut akan digunakan untuk pengadaan 37 kapal peti kemas 3.000 Twenty Foot Equivalent Unit (TEUs), 46 kapal peti kemas 1.000 TEUs, 26 unit kapal perintis 260 TEUs, dan 500 unit kapal pelayaran rakyat.
Dengan adanya bantuan dana dari pemerintah, kata dia, Indonesia akan menghemat Rp120 triliun per tahun dari sektor angkutan ekspor impor.
“Karena selama ini kapal-kapalnya dari luar negeri jadi kita kehilangan penerimaan negara,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka
















