Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli (kiri) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi (kanan) berjalan menuju pesawat di Bandara Internasional Halim Perdanakusumah, Jakarta, Jumat (11/9). Joko Widodo akan melaksanakan kunjungan kenegaraan ke Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab untuk pembicaraan kerja sama di bidang ekonomi. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/Spt/15.

Surabaya, Aktual.com — Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) mendesak agar Presiden Joko Widodo, segera merealisasikan program Beyond Cabotage di pelabuhan Indonesia.

‎Hal ini, lantara dipercaya akan mendapatkan pendapatan negara dari segi kemaritiman di bidang pelayaran.

Sebab, menurut Dewan Pimpinan Pusat (DPP) INSA, Dr Hamka, dalam alur pelayaran internasional, setiap tahunnya, Indonesia terpaksa mengeluarkan pendapatan sebesar USD 500 Juta per tahun dalam kegiatan ekspor-impor.

“Atas dasar itulah Beyond Cabotage nantinya bisa mengembalikan pendapat tersebut.” ujarnya saat menggelar dialog di Surabaya, (19/9).

Hamka mengatakan, Beyond Cabotage merupakan kegiatan angkutan ekspor dan impor yang diprioritaskan menggunakan kapal berbendera Merah Putih, dan dikerjakan oleh awak berkebangsaan Indonesia. Sebab, selama ini untuk pelayaran ekspor import dalam negeri, kapal berbendera Indonesia tidak lebih dari 10 persen.

“Sehingga untuk menggunakan kapal asing, kita harus membayar 500 juta dollar per tahun.” lanjutnya.

Hanya saja, untuk merealisasikan Beyond Cabotage, harus didukung oleh pemerintah, terutama kesiapan infrastruktur pelabuhan. Sebab, menurut Hamka, di Indonesia hanya ada 3 pelabuhan saja yang siap dengan infrastrukturnya meski belum 100 persen.

Jika infratrukstur memenuhi, maka penerapan beyond Cabotage bisa direalisasikan dan Indonesia akan menjadi aktor utama dalam arus ekspor-Impor di jalur laut.

Sementara ketua masyarakat Maritim Jawa Timur, Lukman Ladjoni, mengatakan untuk merealisasikan Beyond cabotage, boleh optimis. Tetapi hal itu akan sulit jika tidak didukung pemerintah secara berkelanjutan.

“Butuh waktu sekian tahun untuk menerapkan Baayond Cabotage. Yang kita khawatirkan, ketika masa jabatan Jokowi sudah selesai dan diganti oleh kabinet baru, biasanya muncul kebijakan-kebijakan baru yang tidak meneruskan program-program sebelumnya. Jokowi boleh bergelora dalam semangat kemaritiman, tapi bagaimana dengan panggantinya nanti? Ini yang menjadi kelemahan kita. Apalagi, antrian kapal di pelabuhan Tanjung Perak masih terjadi sekitar 3 sampai 4 hari. Padahal biaya sehari, bisa mencapai 1000 sampai 3000 dollar tergantung ukuran kapal.” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby