Ilustrasi: Sejumlah siswa didampingi guru mengikuti kegiatan belajar mengajar program sekolah swasta gratis di SMP Purnama 2 Gayamsari, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (12/6/2025). ANTARA/Makna Zaezar

Jakarta, Aktual.com – Kenaikan insentif guru honorer menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap tenaga pendidik non-PNS. Namun, sorotan DPR terhadap nasib tenaga administratif sekolah membuka fakta ketimpangan kesejahteraan di sektor pendidikan. Tanpa dukungan kesejahteraan yang memadai bagi seluruh unsur sekolah, kualitas layanan pendidikan berpotensi terhambat. Kebijakan afirmatif yang lebih inklusif diperlukan agar ekosistem pendidikan berjalan seimbang.

Anggota DPR RI Saleh Partaonan Daulay, menyoroti kebijakan tersebut belum menyentuh kelompok lain yang perannya vital dalam dunia pendidikan, yakni tenaga administratif sekolah. Ia menegaskan hampir semua satuan pendidikan memiliki tenaga administratif dengan beban kerja yang tidak kalah berat dari guru.

“Mereka mengurus absensi, sarana pembelajaran, dana BOS, inventarisasi, hingga laporan pertanggungjawaban. Kalau ada kesalahan administrasi, mereka yang pertama kali diperiksa,” ujarnya.

Saleh menambahkan, berbeda dengan guru yang masih berpeluang memperoleh tunjangan sertifikasi, tenaga administratif nyaris tidak pernah mendapatkan skema peningkatan kesejahteraan serupa. Karena itu, ia mendorong Kemendikdasmen agar memberikan perhatian lebih serius terhadap kesejahteraan tenaga administratif pendidikan.

“Mereka juga pejuang pendidikan. Jangan sampai ditinggalkan,” tegasnya Ketua Komisi VII DPR RI ini.

Meski begitu dengan kebijakan pemeritah saat ini, Guru honorer patut menyambut rencana kenaikan insentif sebesar Rp100 ribu per bulan yang akan berlaku mulai 1 Januari 2026. Dengan kebijakan tersebut, total insentif yang diterima guru honorer menjadi Rp400 ribu per bulan, setelah sebelumnya sebesar Rp300 ribu per bulan.

Saleh menilai kebijakan ini sebagai langkah positif pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan guru honorer. Namun, ia mengingatkan bahwa dampak kebijakan tersebut perlu dilihat secara lebih luas.

“Kalau dilihat nilai Rp100 ribunya tentu tidak terlalu besar. Tetapi kalau dikalikan dengan jumlah guru honorer, angkanya sangat signifikan. Berdasarkan data, jumlah guru honorer mencapai sekitar 2,6 juta orang atau 56 persen dari total 3,7 juta guru di Indonesia. Artinya, tambahan ini membuat Kemendikdasmen mengeluarkan anggaran sekitar Rp3,12 triliun per tahun,” ujar Saleh dalam keterangan persnya, Sabtu (27/12/2025).

Menurutnya, tambahan insentif setidaknya dapat membantu guru honorer memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, meski belum sepenuhnya ideal. “Guru honorer tentu bersyukur. Paling tidak ada tambahan untuk kebutuhan pokok. Apakah sudah ideal? Tentu belum. Pemerintah harus bekerja lebih keras agar ke depan insentif ini bisa ditingkatkan,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi