Jakarta, Aktual.com – Institute for Essential Services Reform (IESR) menginginkan sosok profesional dan memiliki jejak rekam yang baik utuk memimpin PT Pertamina (Persero) yang saat ini tengah menghadapi krisis kepemimpinan.
Kriteria ini akan menyangkut transparansi dalam penyelenggaraan bisnis perusahaan plat merah tersebut, karena selama ini menjadi rahasia umum bahwa perusahaan pertamina merupakan ladang empuk dijadikan bancakan oleh pemburu rente.
“Sehingga untuk menghindari penyimpangan proses bisnis, maka harus transparan. Orang yang di situ harus profesional, dan berkomitmen,” ujar Direktur Eksektutif (IESR) Fabby Tumiwa di Jakarta, Selasa (28/2).
Fabby menambahkan, transparan yang ia maksud terlebih pada roses pengadaan jual beli minyak. Karena proses ini merupakan hal yang paling rawan untuk terjadi penyimpangan. Oleh karena itu, dari kandidat dirut yang ada, mesti didalami jejak rekamnya.
“Transaparan khususnya dalam pengadaan BBM dan minyak mentah. Itu yang harus diwaspadai. Makanya jejak rekamnya harus bersih dan selama ini tidak terlibat skandal,” tandasnya.
Namun dari nama kandidat Dirut Pertamina yang muncul ke permukaan publik, nama Rachmat Hardadi sepertinya perlu mendapat sorotan dan pendalaman jejak rekam sebagaimana yang dimaksud Fabby.
Pasalnya, pada saat skandal impor minyak oplosan dari Glencore, sewaktu itu Hardadi masih menjabat sebagai Direktur Pengolahan, dia tidak bersedia mengungkapkan dampak kerugian atas biaya yang dikeluarkan akibat upaya antisipasi ganguan pada produksi.
Saat itu dia berkilah sedang melajukan evaluasi, namun hingga saat ini angka kerugian itu disembunyikan dari publik dan kasus Glencore tidak ada penyelesaian secara transparan.
“Sedang kita evaluasi, sekarang kita lagi dalami. Yang penting produksinya tetap jalan dan tidak berpengaruh karena stok crudenya kita banyak, jadi dipastikan tidak ada gangguan,” kata Hardadi kala itu.
Perlu diketahui sisem skandal itu bahwa Gelncore mengirim minyak jenis Sarir dam Mesla tidak sesuai komposisi kesepakatan dalam tender. minyak yang berasal dari negara Libya itu seharusnya memiliki kandungan komposisi 70 persen Sarir dan 30 persen Mesla.
“Jadi kemarin komposisinya terbalik, maka kita pending. Kapal yang di Balikpapan sudah bertolak keluar Indonesia, dia ke Singapura. Saya lupa sejak tanggal berapa itu. Tapi kalau yang tujuan Dumai, dia nggak jadi, putar balik di jalan,” kata Vice President ISC Pertamina, Daniel Purba.
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka