Barisan rudal balistik Iran yang siap diluncurkan setiap saat - foto X

Teheran, Aktual.com – Intelijen Iran mengungkapkan kalau pemerintahan Donald Trump sedang bersiap untuk memerangi Iran, di tengah upaya AS menggunakan pendekatan diplomatik untuk melakukan perundingan.

Dilansir dari Press TV, seorang pejabat politik senior Iran mengatakan kepada Press TV bahwa Iran tidak akan memasuki negosiasi baru dengan AS berdasarkan kerangka kerja atau agenda sebelumnya, dengan menerapkan pelajaran yang dipetik dari pembicaraan sebelumnya.

Pejabat tersebut, yang meminta identitasnya dirahasiakan, bahwa setiap negosiasi harus konsisten dengan realitas keamanan di kawasan tersebut. ”Untuk saat ini, kami berpendapat bahwa tujuan negosiasi ini adalah untuk melucuti senjata Iran guna menutupi kelemahan Israel dalam perang berikutnya,” ungkap pejabat tersebut, pada Kamis (17/7) waktu setempat.

”Intelijen kami menunjukkan Washington mengupayakan perundingan (padahal) untuk mempersiapkan perang, bukan perdamaian. Jika demikian, kami tidak melihat alasan untuk membuang-buang waktu dan lebih memilih untuk fokus mempersiapkan konflik,” tegas sumber pejabat tersebut.

Ia juga menambahkan bahwa setiap putaran negosiasi baru harus mencakup ”jaminan yang serius dan praktis” untuk memastikan proses tersebut bukan kedok penipuan keamanan. Pejabat itu juga menguraikan syarat-syarat utama untuk perundingan, termasuk perhatian serius terhadap program nuklir Israel dan senjata pemusnah massalnya.

”Tidak boleh ada satu pun di kawasan ini yang akan menerima pelucutan senjata di kawasan ini sementara rezim yang haus darah itu (Israel) semakin bersenjata setiap harinya,” ungkap sumber itu lagi.

Dikatakannya pula, bahwa hukuman yang kredibel terhadap Israel, dan kompensasi kepada Iran adalah syarat lain untuk negosiasi; jika tidak, negosiasi sekali lagi akan menjadi awal mula perang.

”Ini adalah masalah bagi AS, dan kami tidak tahu bagaimana mereka akan menyelesaikannya,” tambah pejabat itu.

Untuk diketahui, Teheran dan Washington terlibat dalam negosiasi yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dan utusan luar negeri Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff dan telah melakukan lima putaran pembicaraan tidak langsung yang dimediasi oleh Oman ketika Israel, pada 13 Juni mendadak  melancarkan serangkaian agresi yang tidak beralasan yang mengacaukan proses tersebut.

”Kita harus menerima jaminan bahwa Tuan Whitkoff adalah mediator untuk solusi, bukan pemicu perang. Memberikan jaminan seperti itu sangat sulit, tetapi kami siap memberikan satu kesempatan lagi dan mendengarkan apa yang dikatakan AS tentang masalah ini, serta melihat tindakan praktisnya dalam hal ini,” beber pejabat Iran tersebut.

Sementara itu, dilansir dari Newsweek, para pemimpin militer Iran memperingatkan dunia bahwa pasukan mereka sepenuhnya siap untuk memulai kembali perang dengan Israel kapan saja.

Meskipun gencatan senjata yang ditengahi oleh AS telah menghentikan konflik, Teheran mengatakan tidak akan mundur atau menunjukkan belas kasihan jika diserang lagi.

Peringatan terbaru dari para komandan tinggi Iran muncul di saat Israel mengisyaratkan bahwa pertempuran belum berakhir. Dengan AS yang mendorong diplomasi sambil tetap mempertimbangkan opsi militer, Timur Tengah tetap berada dalam kondisi tegang. Bagaimana Iran merespons selanjutnya dapat mengubah keseimbangan yang rapuh antara konfrontasi dan perdamaian.

Mayor Jenderal Mohammad Pakpour, komandan Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), mengatakan pasukannya ”sepenuhnya siap untuk melanjutkan pertempuran hingga titik terakhir.” Ia menambahkan bahwa Iran akan merespons dengan kekuatan penuh hanya jika perang diperlukan.

Berbicara dalam pertemuan dengan Panglima Angkatan Darat Iran, Mayor Jenderal Amir Hatami, Pakpour juga menekankan bahwa para agresor tidak akan dibiarkan begitu saja, dan memuji persatuan serta tekad rakyat Iran.

Sedangkan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan: ”AS-lah yang menarik diri dari kesepakatan negosiasi dua tahun yang dikoordinasikan oleh Uni Eropa pada tahun 2015, bukan Iran, dan AS-lah yang meninggalkan meja perundingan pada bulan Juni tahun ini, dan memilih opsi militer, bukan Iran.”

Pihak Israel  sendiri jelas-jelas mengatakan kalau konflik belum selesai. Seperti pernyataan Kepala Staf Militer Israel Eyal Zamir: ”Kampanye melawan Iran belum berakhir. Kita memasuki fase baru.”

(Indra Bonaparte)