Berlin, Aktual.com – Pemerintah Jerman hadapi ancaman permasalahan dalam negeri ketika memutuskan ikut ambil bagian dalam penanganan pengungsi konflik Suriah. Penyebabnya, tidak lain soal dana.

Laporan majalah berita mingguan “Der Spiegel”, Sabtu (14/5), memperkirakan Jerman bakal menghabiskan anggaran hingga sekitar 93,6 triliun Euro di akhir 2020 untuk biayai pengungsi.

Spiegel menyebut angka itu dikutip dari rancangan Kementerian Keuangan Federal Jerman yang bakal dirundingkan dengan 16 negara bagian di negara. Permasalahan muncul. Yakni berapa banyak biaya yang harus dibagi-bagi untuk ditanggung antara Pemerintah pusat dan negara bagian.

Berdasar laporan Spiegel, negara bagian diperkirakan harus merogoh kocek hingga 21 miliar euro tahun ini. Dan akan bertambah jadi 30 miliar euro di tahun 2020. Padahal, diketahui negara bagian Jerman sudah lama mengeluhkan soal arus pengungsi.

Negara bagian juga menilai pemerintah pusat harusnya menanggung setengah dari total pembiayaan untuk pengungsi. Tapi di sisi lain, Kementerian Keuangan Pusat mengklaim kalau mereka selama ini sudah mengeluarkan dana lebih dari itu. Sekaligus menganggap negara bagian salah lakukan hitung-hitungan.

Untuk cari penyelesaian atas persoalan saling lempar dana ini, pemerintah pusat dan negara bagian bakal gelar pertemuan di akhir Mei nanti.

Dalam laporan Spiegel, dibeberkan uang sejumlah 25,7 miliar euro diperlukan untuk membayar pengangguran, subsidi sewa dan manfaat lain bagi pemohon suaka yang diakui di akhir 2020 nanti.

Sedangkan 5,7 miliar euro akan diperlukan untuk kursus bahasa dan 4,6 miliar euro untuk membantu pendatang mendapatkan pekerjaan. “Biaya tahunan untuk masalah pengungsi itu akan mencapai 20,4 miliar euro pada 2020, naik dari sekitar 16,1 miliar pada tahun ini,” kata laporan tersebut.

Selain anggaran, potensi permasalahan lain dari bakal membanjirnya pengungsi dari Suriah dan lokasi konflik lainnya ini adalah munculnya sentimen dari kelompok-kelompok anti pendatang di Jerman.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara