Surabaya, Aktual.com – Nilai investasi asing di Jawa Timur cenderung menurun sejak dua tahun terakhir. Catatan Badan Penanaman Modal Jatim, penurunan mencapai 40 persen.

Seperti dituturkan Kepala BPM Jatim, Lilik Sholeh, di tahun 2014, dari pengajuan ijin prinsip penanaman modal asing yang mencapai Rp74 triliun, hanya terealisasi Rp19 triliun. Serupa di 2015. Dari pengajuan izin Rp130 triliun, yang terealisasi hanya Rp32 triliun.

“Tiga negara yang menurunkan investasinya di Jatim yakni Korea, Cina dan Jepang,” ujar dia, di Surabaya, Sabtu (27/8).

Melihat kecenderungan itu, dia pun pesimis capaian investasi di 2016 bisa mencapai Rp100 triliun. Pasalnya hingga pertengahan tahun ini saja, pengajuan izin prinsip baru mencapai Rp10 triliun, sementara yang terealisasi baru Rp12 triliun. “Sulit untuk mengejar yang tertinggal” kata dia.

Ditemui terpisah, pimpinan Bank Indonesia Wilayah Jatim, Beny Siswanto, mengaku sudah lakukan berbagai upaya untuk kejar angka investasi yang belum terealisasi.

Antara lain dengan sambangi Dubes-dubes luar negeri untuk mengejar izin prinsip yang belum terealisasi. “Angkanya itu besar, total ada 270 triliun yang kita kejar. Ya, tapi target kita harus dapat 100 triliun,” ujar dia.

Juga jalin kerjasama dengan 10 bank untuk perlancar investasi. Diakuinya, BI juga harus bertanggung jawab meyakinkan investor asing untuk merealisasikan target dari BPM dengan memberikan kredit 12 persen.

Sementara itu, pengamat ekonomi Universitas Airlangga Surabaya, Wasiatur Rahma, mengatakan yang paling tekena imbas dari turunnya investasi adalah sektor properti dan manufaktur, atau cabang industri yang mengaplikasikan mesin.

Ada banyak faktor menurut dia yang jadi penyebab lesunya investasi di Jatim. Selain lemahnya ekonomi global, infrastruktur dan perijinan menjadi momok bagi asing untuk menanamkan investasi.

“Kalau secara nasional, penurunan sudah terjadi lima tahun. Tapi di Jawa Timur terjadi sejak dua tahun terakhir. Meski demikian, Jatim masih tertinggi investornya dibanding provinsi lain,” kata dia.

Menurut dia, pemerintah harus memangkas proses perizinan untuk menggenjot investor. Kemudian harus bertahap benahi kondisi mikro yang masih bermasalah. “Seperti pembangunan listrik yang tidak merata, pembuatan tower plane yang masih abal-abal dan sebagainya,” ujar dia. (Ahmad H. Budiawan)

Artikel ini ditulis oleh: