Kota Bogor, aktual.com – Institut Pertanian Bogor (IPB) University mengajak perwakilan peneliti internasional membicarakan bioenergi dan biomassa untuk menopang kebutuhan energi terbarukan dan ramah lingkungan di masa depan.
Ketua Panitia Konferensi International Biomass and bioenergy (ICBB) 2023 IPB Dr Meika Syahbana Rusli, di IICC Bogor, Jawa Barat, saat diwawancarai di sela kegiatan, Senin (7/8), mengatakan perwakilan IPB dan peneliti internasional mendiskusikan perkembangan teknologi dalam bioenergi untuk menuju transisi energi.
“Di seluruh dunia, termasuk Indonesia sedang menjalani transisi energi dalam energi yang kurang ramah lingkungan atau energi fosil yang tidak terbarukan menjadi energi yang ramah lingkungan dan sekaligus bioekonomi, karena melalui pengembangan bioenergi itu bioekonomi tumbuh sekaligus,” kata Dr Meika.
Ia menuturkan pada ke-8 kali kegiatan ICBB ini sebagian besar dihadiri perwakilan peneliti dari Indonesia dan sebagian lain dari delapan perwakilan peneliti negara Jepang, Filipina, Australia, Amerika Serikat, dan lain-lain, total ada sembilan negara.
Konferensi ini mengangkat teknologi bioenergi dan biomassa sebagai tema utama. Berbagai riset yang sudah dilakukan tentang tema tersebut dipresentasikan pada berbagai sesi diskusi paralel ini.
Dr Meika memaparkan bahwa IPB mempresentasikan Indonesia porsi besar biodiesel yang sudah menjadi program pemerintah dari bahan baku kelapa sawit.
Pada potensi ini, IPB mengambil peran mengembangkan bioaditif untuk membantu penggunaan biodiesel.
“Karena biodiesel ketika dicampurkan dengan diesel solar dari fosil ada timbul masalah-masalah teknis. Nah kami, di SBRC IPB adalah mengembangkan bioaditif yang bisa menyelesaikan masalah-masalah teknis penggunaan biodiesel tersebut,” katanya lagi.
Meika menyampaikan, mengingat rencana pemerintah akan terus menaikkan porsi campuran biodiesel di dalam bahan bakar dari B35 menjadi B40 sampai B50. Maka potensi masalah semakin besar dan ada solusi dengan bioaditif.
SBRC IPB mengembangkan bioaditif ini agar masalah teknis, kadar air, kadar pengotor yang bisa mengganggu kerja mesin dan menimbulkan filter harus diganti.
Solusi kedua, kata dia, yang ditawarkan SBRC ini adalah sekarang pemerintah untuk mencapai emisi yang netral menggantikan atau mensubstitusi batu bara dengan biomassa.
Biomassa yang paling potensial adalah dari hutan tanaman energi, yakni tanaman gamal dan kaliandra yang sedang dikerjasamakan dengan PLN agar bagaimana biomassa ini bisa diproduksi di tingkat masyarakat.
Hutan rakyat dengan luasan cukup banyak, begitupun hutan punya negara tapi pengelolaannya bersama masyarakat itu sangat potensial untuk menjadikan tanaman energi membantu pengembangan energi ramah lingkungan.
“Karena memang karakteristiknya biomassa ini harus melibatkan masyarakat, mereka adalah pelaku dan mereka juga punya lahan,” katanya pula.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain