Jakarta, Aktual.co — Peneliti senior Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi bukanlah kebijakan yang tepat. Pasalnya, masih banyak cara dan solusi lain untuk mengatasi permasalahan ruang fiskal selain dengan mencabut subsidi.
“Padahal, masih banyak pilihan untuk mengatasi defisit anggaran, misalnya optimalkan pendapatan di sektor pajak yang menguap ratusan triliun,” kata Karyono saat dihubungi Aktual.co, Rabu (18/11).
Selain itu, lanjutnya, Pemerintah juga bisa mengatasi defisit anggaran dengan cara menutup kebocoran anggaran di sejumlah pos pengeluaran negara.
“Optimalkan pendapatan di BUMN dan melakukan audit di sektor migas dari hulu sampai hilir,” lanjutnya.
Menurutnya, kenaikan harga BBM pasti berpengaruh besar pada kehidupan sosial dan ekonomi. Karena energi merupakan komoditi dasar yang vital dalam menggerakkan kehidupan. Dunia ini tergantung pada energi, maka dari itu, tak berlebihan ungkapan yang mengatakan siapa yang menguasai energi akan menguasai dunia.
“Dalam sektor industri, energi (BBM) adalah variabel penting pembentuk harga barang dan jasa. Maka, logika mencabut subsidi tidak bisa dilepaskan dari kepentingan pasar bebas. Endingnya adalah menjadikan produk dalam negeri tidak kompetitif karena mahalnya harga energi, sehingga membuat Indonesia menjadi sasaran pasar global,” terangnya.
Lebih lanjut, Karyono menilai bahwa mungkin saja sejatinya Jokowi tidak ingin membebani rakyat dengan menaikkan harga BBM. Tetapi mungkin Jokowi mendapat bisikan dari para anasir-anasir neoliberalisme yang berada di sekitarnya, mendorong agar Jokowi secepatnya menaikkan harga BBM bersubsidi.
“Mungkin ini adalah bisikan dari para anasir-anasir neoliberalisme yang mendorong agar Jokowi secepatnya menaikkan harga BBM bersubsidi,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka