Ledakan di lokasi nobar dalam debat pilpres kedua juga turut disinggungnya sebagai salah satu ancaman yang muncul jelang Pemilu 2019.

Lebih lanjut, pria yang juga pemerhati sosial politik itu juga menyoroti ada penggiringan opini seolah pemilu 2019 dilakukan dengan berbagai kecurangan. Mulai dari isu daftar pemilih tetap ganda, e-KTP tercecer, kotak suara terbuat dari kardus, hingga hoaks 7 kontainer surat suara tercoblos.

“Di sisi lain, pola politik teror dan intimidasi perlu diwaspadai karena bisa menghancurkan demokrasi. Pasalnya berbagai bentuk teror dari yang halus hingga paling ekstrem seperti intimidasi dalam bentuk spanduk baliho yang mengandung muatan intimidasi hingga pembakaran motor dan mobil bisa jadi tidak berdiri sendiri tetapi bisa jadi berkorelasi dengan kepentingan politik 2019”, tandasnya.

Di tempat yang sama, Stanislaus Riyanta, pengamat intelijen dan keamanan menyebutkan ada lima kerawanan dalam Pemilu 2019 yaitu pertama ketidakakuratan DPT, kedua adalah permasalahan logistik, ketiga ketidaknetralan aparat keamanan, ASN dan penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu), keempat adalah keterbatasan aparat keamanan, dan kelima adalah kondisi geografis yang luas dan medannya sulit. Kerawanan tersebut jika tidak bisa diatasi akan menjadi ancaman pemilu.

Potensi ancaman yang perlu diwaspadai pada Pemilu 2019 adalah potensi terjadinya konflik yang dipicu oleh ketidakpuasan atas hasil Pemilu 2019 dan sabotase Pemilu dari kelompok yang anti atau yang merasa dirugikan dengan demokrasi, ketiga aksi dari kelompok radikal atau organisasi terlarang termasuk pelaku teror dengan motif ideologi.

Artikel ini ditulis oleh: