Jakarta, Aktual.com – Dewan Energi Nasional (DEN) menyatakan proyek 35 GW menghadapi permasalahan yang serius, dan ini juga yang menjadi bagian penghambat tidak tercapainya proyek tersebut sesuai perencanaan untuk rampung pada tahun 2019.

Diketahui dari berbagai Power Purchase Agreement (PPA) yang dilakukan antara PT PLN dengan swasta, ternyata pihak Independent Power Producer (IPP) masih kebingungan dan belum tahu proyek tersebut akan dibangun dimana, karena pihak PLN juga belum menentukan titik lokasi proyek.

Namun ketika DEN meminta agar PLN menetukan road map titik koordinat pembangunan, hal ini ditolak oleh PLN lantaran PLN mengkhawatirkan akan terjadi lonjakan harga lahan jika masyarakat mengetahui titik-titik koordinat dalam perencanaan PLN.

Padahal disisi lain pentingnya penentuan titik koordinat sejak semula untuk dimasukkan kedalam perencanaan pembangunan tata ruang yang berkaitan dengan Kementerian Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN).

Sementara untuk melakukan review dan memasukkan kedalam perencanaan tersebut, berdasarkan UU dibutuhkan hingga waktu 5 tahun. Alhasil selain IPP susah mendapat lahan ketika telah melakukan PPA, namun pembangunan yang ada juga disinyalir tanpa kajian tata ruang.

“Masalah serius ketika PLN diminta menentukan titik koordinatnya, karena untuk dimasukkan ke perencanaan tata ruang harus ada titik koordinat, dia tidak mau. Karena kalau nanti ditetapkan, tanah sekitar itu jadi naik. Sementara ada listrik swasta yang tidak tahu dia mau bangun dimana? Belum ada izin lokasi tapi dia sudah menang dan sudah PPA,” kata Anggota DEN, Syamsir Abduh kepada Aktual.com, Sabtu (10/9)

Di sisi lain, Kementerian ESDM menyampaikan sikap rasionalnya dari program bombastis proyek listrik 35 GW. Proyek unggulan pemerintahan Jokowi-JK itu diyakini tidak selesai sesuai perencanaan pada tahun 2019.

Secara terang-terangan Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Panjaitan (LBP) mengatakan jikapun proyek itu tercapai 23 GW pada tahun 2019 maka pencapaian itu sudah merupakan kinerja yang paling bagus.

Artinya ada 12 GW yang tidak tercapai dalam masa satu periode Jokowi-JK dan akan meninggalkan pekerjaan bagi pemerintah berikutnya. Bahkan kata luhut selain sisa tersebut, pemerintahan berikutnya akan ditambah beban pembangunan 8 GW lagi.

“Saya kira kalau 23 GW bisa COD 2019 sudah bagus. sisanya 12 GW atau 10 GW itu financial closing sudah. terus underconstruction, selesai 2020 sudah oke. karena 2020 kita mulai lagi penambahan kira-kira 8GW yang baru,” ujar LBP di kantor Kementerian ESDM.

(Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka