Jakarta, Aktual.com – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mempertanyakan alasan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang membuka kembali kasus yang menimpa mantan Ketua KPK Antasari Azhar.
“Ada empat hal yang patut dipertanyakan di balik dibukanya kembali kasus Antasari. Pertama, kenapa Polri saat ini mau memproses pengaduan Antasari?” tanya Neta, Jumat (3/3).
Padahal, Polri sebelumnya cenderung cuek dengan dua pengaduan yang dilakukan Antasari, yakni kasus hilangnya baju korban pembunuhan (Nazaruddin) dan kasus SMS gelap sebelum yang bersangkutan terbunuh pada Maret 2009 silam.
Kedua. Jika memang serius mau menangani kasus Antasari, IPW berharap Polri harus segera menjelaskan, siapa saja anggota dan pejabat Polri yang sudah diperiksa.
“Apakah Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan sudah diperiksa? sebab saat Antasari ditangkap, ditahan dan diperiksa, Iriawan adalah Dirkrimum Polda Metro Jaya yang memimpin penyidikan terhadap (mantan) Ketua KPK itu,” paparnya.
Ketiga. Polri juga harus menjelaskan apa dasar hukumnya sehingga kasus atau laporan Antasari bisa diproses atau dibuka kembali, sementara kasus pembunuhan Nazaruddin yang melibatkan Antasari sudah selesai secara hukum karena sudah inkrah.
Mahkamah Agung pun sudah menolak Peninjauan Kembali yang disampaikan Antasari. Bahkan, Antasari telah mengakui kesalahannya sehingga ia mengajukan grasi dan dikabulkan Presiden Joko Widodo.
Neta menekankan Polri agar perlu menjelasan semua dasar hukum pembukaan kembali kasus ini agar tak muncul tudingan bahwa Polri telah diperalat atau dipolitisasi, mengingat selama ini Polri cenderung ogah-ogahan menuntaskan dua permasalahan yang dipersoalkan Antasari.
“Terakhir, Polri perlu menjelaskan kapan pengaduan SBY terhadap Antasari mulai diproses,” tambahnya.
Sebab, pengaduan Antasari dan pengaduan SBY ke Polri waktunya hampir bersamaan, tapi disaat pengaduan Antasari sudah diproses, pengaduan SBY justru masih belum ada kabar beritanya.
“Penjelasan ini perlu dilakukan secara transparan agar Polri tetap profesional, proporsional dan independen,” pungkas Neta.
(Nelson Nafis)
Artikel ini ditulis oleh: