Teheran, Aktual.com – Ancaman Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang akan membombardir Iran jika menolak bernegosiasi masalah nuklir direspon keras oleh Iran, yang tegas menolak segala bentuk negosiasi di bawah ancaman. Bahkan kini Iran mengancam negara-negara tetangganya yang menjadi pangkalan militer AS untuk tidak mendukung potensi serangan AS terhadap Teheran.
Dilansir dari Iran Internasional yang dikutip dari Reuters menyebutkan, baru-baru ini pejabat senior Iran yang tidak bersedia diungkap identitasnya itu, memperingatkan negara-negara kawasan yang menampung pasukan militer AS bahwa mereka dapat menghadapi pembalasan keras dari Iran jika terlibat dalam potensi serangan AS.
Pejabat tersebut menambahkan bahwa Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei telah menempatkan angkatan bersenjata Iran dalam siaga tinggi. Meskipun Presiden AS Donald Trump telah menuntut negosiasi langsung, pejabat itu mengatakan Iran terbuka terhadap jalur diplomatik melalui perantara.
”Pembicaraan tidak langsung menawarkan kesempatan untuk mengevaluasi keseriusan Washington tentang solusi politik dengan Iran,” kata pejabat tersebut. Pembicaraan melalui Oman dapat segera dimulai jika sinyal dari AS selaras, meskipun pejabat tersebut memperingatkan bahwa jalannya mungkin berbatu.
Hingga saat ini, Iran telah mengeluarkan peringatan resmi kepada Irak, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, dan Turki bahwa mengizinkan AS menggunakan wilayah udara atau wilayah mereka selama serangan terhadap Iran akan dianggap sebagai tindakan permusuhan. ”Tindakan semacam itu akan menimbulkan konsekuensi berat bagi mereka,” kata pejabat tersebut.
Untuk diketahui, Pada hari Rabu (2/4) lalu, media pemerintah Iran melaporkan bahwa Kuwait telah meyakinkan Iran bahwa mereka tidak akan mengizinkan agresi dari wilayahnya. Pemerintah lain yang dihubungi Reuters menolak berkomentar atau tidak menanggapi. Sedangkan Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan tidak mengetahui adanya peringatan itu, tetapi menyarankan pesan tersebut dapat disampaikan melalui saluran alternatif.
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menyebut desakan Trump itu ”tidak berarti apa-apa” dan mempertanyakan ketulusannya. ”Jika Anda menginginkan negosiasi, lalu apa gunanya mengancam?” ujar Araghci.
Sedangkan Panglima Tertinggi Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Mayor Jenderal Hossein Salami pada hari Sabtu (5/4) memperingatkan bahwa Iran siap untuk perang apa pun. Sedangkan Rusia menyatakan sebelumnya bahwa ancaman AS terhadap Iran tidak dapat diterima, dan menyerukan pengekangan diri.
Sementara itu, panglima militer tertinggi Iran Mohammad Bagheri yang merupakan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, mengungkap rincian tanggapan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei terhadap surat yang dikirim Trump pada tanggal 7 Maret lalu. ”Negosiasi secara langsung tidak dapat diterima, tetapi negosiasi tidak langsung tidak menjadi masalah,” kata Khamenei seperti yang disampaikan Bagheri.
”Anda adalah pihak yang paling tidak loyal dan tidak dapat dipercaya dalam negosiasi sebelumnya, sehingga tidak ada kepercayaan pada Anda. Namun, kami tidak menutup pintu. Jika Anda bertindak dengan tulus, negosiasi dapat terjadi,” ungkap Bagheri lagi.
Menurut Bagheri, Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei juga mengatakan kepada Trump bahwa Iran tidak sedang mengembangkan senjata nuklir. ”Namun kami akan menanggapi ancaman apa pun dengan sekuat tenaga, tetapi kami tidak suka berperang dan tidak akan memulai perang.”
Sebelumnya, pada 7 Maret lalu, Trump telah memperingatkan Iran akan dibombardir jika tidak menyetujui perjanjian nuklir baru, yang mendorong Khamenei mengatakan bahwa Republik Islam Iran akan memberikan pukulan keras sebagai balasan atas serangan apa pun.
Iran juga mengancam akan menargetkan seluruh kepentingan AS di kawasan tersebut, termasuk pangkalan angkatan laut strategis Diego Garcia di Samudra Hindia jika diserang oleh AS.
Ancaman terhadap negara-negara tetangga telah meningkat selama beberapa bulan terakhir. Pada bulan Oktober, setelah serangan Iran terhadap Israel yang menyebabkan serangan balasan Israel, The Wall Street Journal melaporkan pada saat itu bahwa negara-negara yang diberi peringatan termasuk Yordania, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Qatar, yang semuanya menampung pasukan AS.
Sejak saat itu, hal itu menyebabkan rumitnya dinamika regional. ”Pejabat pertahanan AS mengakui bahwa beberapa mitra regional telah memberi tahu Pentagon bahwa mereka tidak ingin pesawat tempur Israel terbang di atas wilayah mereka atau pasukan AS melancarkan operasi ofensif dari dalam atau di atas wilayah udara mereka,” demikian dilaporkan WSJ.
(Indra Bonaparte)
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain