Mantan anggota DPR dari Fraksi Hanura Dewie Yasin Limpo menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/2). Kedua terdakwa itu menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan terkait kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Papua. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pd/16

Jakarta, Aktual.com — Bekas Anggota Komisi VII dari fraksi Partai Hanura Dewie Yasin tampak meyakinkan bisa meloloskan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Komisi yang dinaunginya tersebut.

Demikian disampaikan Kepal Dinas Kementerian ESDM Kabupaten Deiyai, Papua Irenius Adi dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (3/3).

“Karena dia (Dewie) sebagai sekretaris Komisi VII, lalu secara lisan mengatakan ‘Saya akan berjuang, berusaha, nanti saya akan koordinasi dengan Dirjen dan komisi anggaran,” ujar dia.

Dengan sikap yakin Dewie Yasin itu, dia pun optimis proyek PLTS yang akan dibangun itu berhasil. . “Saya yakin di pasti akan gol yang mulia.”

“Tapi Bu Dewie mengatakan PLTS itu akan saya perjuangkan dengan catatan bapak siapkan dana pengawalan, kalau tidak, maka tidak akan diambil dana dari APBN 2016.”

Dalam hal ini, lanjut dia, Dewie meminta dana pengawalan sebesar 10 persen dari total nilai proyek melalui dana aspirasi, yaitu 10 persen sehingga totalnya mencapai Rp5 miliar, tapi Setiady selaku pemilik dana hanya bersedia membayar 7 persen.

“Beliau ingin membantu pembangunan masyarakat di sana sebagai adik, saya minta bantu untuk menggolkan dana PLTS Rp50 miliar karena menurut saya dananya masuk lewat daerah karena otonomi daerah, kalau kami tahu lelang akan dilakukan di pusat maka tidak akan mendesak Pak Setiady karena belum tentu Setiady akan menang.”

Atas kesepakatan itu, Dewie meminta Setiady menyerahkan setengah dari dana pengawalan sebelum pengsahan ABPN 2016 melalui Rinelda. Uang pun diserahkan pada 20 Oktober di Resto Baji Pamai Mal Kelapa Gading Jakarta Utara dari Irenius dan Setiady kepada Rinelda yaitu 177.700 dolar Singapura atau senilai Rp1,7 miliar.

“Saya juga terima 1000 dolar Singapura.”

Irenius pun mengaku lupa bahwa Setiady juga pernah memberikan uang kepadanya sebagai ongkos hidup selama di Jakarta.

“Di BAP 19 katanya Setiady pernah memberikan uang operasional Rp10 juta, Rp20 juta, Rp30 juta?” tanya jaksa penuntut umum Fitroh Rochcahyanto.

“Ya saya lupa itu,” kata Irenius yang punya dua istri tersebut.

“Apakah bupati tahu bahwa bapak ke Jakarta untuk mengurus PLTS?” ujar jaksa Fitroh.

“Bupati tahu, kepala Dinas ESDM sedang berjuang untuk menggejot janji realisasi bupati ke depan,” kata Irenius.

“Apakah saudara merasa bersalah?” tanya ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar.

“Saya tidak punya rasa bersalah artinya karena saya sudah dikorbankan Bu Dewie saya yang lalu mengorbankan beliau,” kata Irenius.

Sedangkan Setiady dalam sidang yang sama mengaku bahwa dia hanya membantu Irenius karena yakin dengan jani Irenius.

“Dia (Irenius) memperlihatkan dokumen, kalau ini proposalnya ada,” kata Setiady.

Namun Setiady sebelum menyerahkan uang membuat surat pernyataan berisi jaminan bahwa uang akan dikembalikan apabila Setiady gagal menjadi pelaksana pekerjaan. Surat ditandatangani Rinelda Bandoso mewakili Dewie Yasin Limpo dan Jemmie Dephiyanto Pathibang mewakili Setiady dan ditandatangani Irenius sebagai saksi.

Irenius bersama dengan pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiady Jusuf menjadi terdakwa dalam perkara ini, yaitu menyuap anggota DPR Komisi VII dari fraksi partai Hanura Dewie Yasin Limpo sebesar 177.700 dolar Singapura.

Uang sebesar itu demi mengupayakan anggaran dari pemerintah pusat bagi pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu