Jakarta, Aktual.com – Defisit anggaran yang mendekati ambang batas 3 persen dalam APBN, membuat banyak pihak merasa prihatin dengan keadaan ekonomi nasional. Ketidakmampuan pemerintah memberi subsidi kepada rakyat miskin, secara nyata telah melanggar ketentuan perundang-undangan.

Dalam keadaan seperti ini, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2017 agar Kementerian dan Lembaga memotong anggaran belanja pada APBN-P 2017.

Namun Indonesian Resources Studies (IRESS) merasa apa yang dilakukan Presiden hanyalah sikap yang egois dan tidak menunjukan keteladanan, pasalnya dengan pemotongan anggaran di Kementerian dan Lembaga, berimbas negatif pada belanja publik, sementara Presiden Joko Widodo sendiri tidak melakukan efisiensi dan selalu melakukan kegaiatan seremoni pencitraan.

“Presiden jangan terlalu banyak blusukan. Rapat itu di Jakarta saja, jangan bolak-balik ke Istana Bogor. Kalau rapat dengan berapa orang menteri dan menterinya ternyata bawa orang juga, itukan biaya,” kata Direktur IRESS, Marwan Batubara kepada Aktual.com, Senin (31/7).

“Presiden harus memberi contoh efiesnsi, dengan dia memberi contoh maka dia punya wibawa untuk memotong anggaran kementerian dan daerah,” tegas dia.

Sebagaimana diketahui, sulitnya keuangan negara membuat kebijakan fiskal menjadi ketat. Bahkan pemerintah tidak sanggup memberi subsidi listrik 900 VA kepada 2,44 juta pelanggan rumah tangga yang secara jelas telah diakui oleh pemerintah bahwa mereka memang merupakan masyrakat miskin.

Sebelumnya Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR telah sepakat untuk menganggarkan 2.44 juta ini kedalam RAPBN-P, namun dalam bahasan Kementerian Keuangan dan Banggar, ternyata alokasi itu dicore dari APBN-P 2017.

Tidak hanya itu, pemerintah juga belum sanggup membayar hutang hampir mencapai Rp40 triliun kepada PT Pertamina (Persero), akibatnya perusahaan plat merah itu mengurangi suplai Premium ke berbagai SPBU di penjuru tanah air.

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan