Jakarta, Aktual.com — Indonesian Resources Studies (IRESS) menilai revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi akan mengarah pada liberalisasi pengelolaan migas nasional.
Direktur IRESS Marwan Batubara dalam seminar “Pelaksanaan Revisi Permen 37/2015 di Tengah Plus Minus Implementasi Tata Kelola Migas Nasional” di Jakarta, Rabu (24/2), menyayangkan aturan yang sudah sesuai dengan amanat konstitusi itu harus direvisi.
“Sesuai konstitusi, dalam UUD 1945 Pasal 33 tentang penguasaan negara atas kekayaan alam itu diwujudkan melalui lima aspek. Permen 37/2015 itu masuk salah satu aspeknya, yakni pengelolaan,” ucapnya.
Marwan menjelaskan, pengelolaan oleh negara dalam konstitusi bermakna bahwa pengelolaan kekayaan alam bagi rakyat semestinya dilakukan oleh BUMN dengan melibatkan BUMD.
“Oleh karena itu, pengaturan alokasi, mau tidak mau, harus diberikan kepada BUMN yakni Pertamina dan PGN. Ini omongan konstitusi,” imbuhnya.
Faktanya, lanjut Marwan, amanat konstitusi itu tidak sejalan dengan turunannya yaitu UU Migas yang dinilai terlampau liberalis.
“Kalau memang mau pakai konstitusi, ya pakai. Artinya, UU yang melegalkan adanya ‘trader’ harus direvisi. Tapi kita tahu RUU Migas, meski sudah masuk Prolegnas 2015-2016, belum juga tersentuh,” ujarnya.
Marwan khawatir, revisi Permen 37/2015 akan mendorong liberalisme yang lebih luas lagi di sektor gas.
Pasalnya, akibat UU Migas yang liberal itu, harga gas Indonesia disebut merupakan yang termahal di ASEAN.
“Akibat ‘trader’ eksis, harga gas jadi mahal. Infrastruktur juga tidak terbangun, pelayanan tidak optimal dan mimpi Indonesia untuk mengkonversi bahan bakar minyak ke gas tidak terealisasi,” katanya.
Marwan berharap, pemerintah bisa konsisten menjalankan konstitusi terutama di sektor strategis bagi kehidupan rakyat seperti migas.
Ia juga memahami tujuan revisi peraturan tersebut semata untuk mendukung pembangunan infrastruktur gas yang merata di Tanah Air. Namun, menurut dia, ada baiknya aturan mengenai kontribusi swasta dalam pengelolaan migas bisa diperhitungkan lebih seksama dalam masa perubahan ke UU Migas yang baru.
“Swasta tetap bisa berkontribusi, tapi melalui kerja sama dengan BUMN atau BUMD. Kan sama saja (kontribusinya),” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja mengatakan revisi Permen 37/2015 tidak dibuat mengarah ke liberalisme.
Menurut Wiratmaja, revisi peraturan tersebut sejalan dengan langkah pemerintah untuk memperbaiki tata kelola migas di Indonesia.
Pasalnya, Permen 37/2015 tidak mengakomodir badan usaha swasta yang memiliki infrastruktur untuk bisa masuk dalam pengelolaan gas. Revisi peraturan itu sekaligus juga diharapkan dapat mengatasi keberadaan “trader” gas bermodal kertas yang tidak memiliki fasilitas infrastruktur.
“Jadi swasta yang punya infrastruktur bisa menyalurkan gas,” tambahnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan