Menteri ESDM, Sudirman Said mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (3/2/2016). Raker tersebut membahas dua persoalan pokok utama, yakni ketenagalistrikan dan seleksi atau fit and proper test pimpinan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Hadir dalam rapat, Dirjen Migas IGN Wiratmaja Puja, Dirjen Minerba Bambang Gatot, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Rida Mulyana, Dirjen Ketenagalistrikan Jarman, dan Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Someng.

Jakarta, Aktual.com — Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan akan melakukan revisi UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba), yang salah satu poinnya adalah memberikan relaksasi atau kelonggaran kepada perusahaan di sektor tambang untuk melakukan ekspor mineral mentah ke luar negeri.

Namun, meski usulan dan revisi tersebut belum dibahas antara pemerintah dan DPR, Menteri ESDM, beberapa waktu yang lalu telah mengeluarkan izin perpanjangan ekspor konsentrat kepada perusahaan tambang yaitu PT Freeport Indonesia.

Direktur Eksekutif Indonesian Resouerces Studies (IRESS), Marwan Batubara mengungkapkan, apa yang dilakukan oleh pemerintah tersebut sudah sangat jelas merupakan pelanggaran terhadap UU yang telah dibuatnya sendiri.

“Nah tinggal sekarang yang kita inginkan, kehadiran dan keberadaan DPR  dalam melakukan fungsi pengawasan untuk mengoreksi,” papar Marwan kepada Aktual.com, Kamis (25/2).

Marwan menuturkan, jika pemerintah beralasan aturan yang dijadikan landasan untuk memberikan kelonggaran ekspor tersebut adalah berdasarkan PP No 1 Tahun 2014. Mestinya pemerintah jangan lupa bahwa di atas PP itu ada Undang-Undang yang dilanggar.

“Artinya kalau sekarang rujukan dari pemerintah itu adalah PP nomor 1 tahun 2014, itu kan dasarnya sebetulnya kan. Itu harus direvisi dan dicabut, karena itu kan PP sementara yang dilanggar adalah UU,” tuturnya.

Pelanggaran ini tentunya oleh berbagai pihak menjadi sorotan. Apalagi, pelanggaran yang dilakukan sangat mendasar karena penerbitan PP nomor 1 tahun 2014 tersebut yang dilanggar adalah UU.

“Mestinya kan bisa dibatalkan. Pemerintah sudah melanggar. Tinggal sekarang fungsi pengawasan DPR seperti apa. Kalau memang ada pelanggaran mau dikoreksi tidak,” tukasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan