Jakarta, Aktual.com —  Dalam skema perang persepsi, Amerika Serikat (AS) dan dunia barat sengaja membentuk sebuah skenario untuk memojokkan Islam. Ada beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa gejala kemunculan ISIS dan organ-organ sejenisnya, secara skematik memang dirancang oleh para penyusun kebijakan strategis keamanan nasional di Washington.

ISIS yang dikembangkan oleh al Baghdadi, telah menjadikan kelompok yang dipimpinnya sebagai bagian integral dari berbagai kelompok perlawanan bersenjata di Irak maupun Suriah, seraya menarik simpati dan dukungan umat Islam sedunia pada umumnya, sebagai kelompok perlawanan berbendera Islam baik di Irak maupun Suriah.

Mencermati asal mula dan alasan mengapa ISIS muncul di Irak dan Suriah, maka Indonesia harus memandang keberadaan ISIS  sebagai sesuatu yang tidak relevan. Sehingga harus menafikan dan mengabaikan keberadaanya di Indonesia.

Learning point yang bisa ditarik dari peran dan keberadaan ISIS di Irak dan Suriah, maka kemunculan ISIS harus dibaca semata-mata sebagai produk dari konflik lokal yang terjadi baik di Irak maupun Suriah. Meskipun pada perkembanganya ISIS mengklaim dirinya mendapat simpati dan dukungan dunia Islam pada umumnya,” ujar Analis Geopolitik Hendrajit ditulis Aktual, Kamis (19/11).

Selain itu, lanjutnya, ada sebuah paradoks yang harus kita baca secara kritis dan jeli terkait kiprah ISIS di Irak maupun Suriah. Di Irak, ISIS merupakan bagian integral dari kelompok-kelompok perlawanan Sunni terhadap pemerintahan Syiah yang kenyataannya didukung oleh pemerintah AS. Namun sebaliknya di Suriah, ISIS merupakan bagian integral dari kelompok perlawanan bersenjata yang bertujuan menggulingkan Presiden Assad yang justru mendapat bantuan secara terbuka dari Amerika dan NATO.

“Meskipun ISIS telah mengklaim keberadaannya sebagai kelompok Islam yang menganut paham Sunni, namun mengingat cita-citanya untuk menyatukan seluruh dunia dalam satu pemerintahan Islam berdasarkan Khilafah Islamiyah melewati batas-batas negara bangsa, rasa-rasanya tidak mungkin mendapat dukungan yang meluas dan mengakar di Indonesia. Meskipun secara faktual tradisi Islam Sunni di Indonesia adalah yang terbesar, namun paham seperti yang dianut oleh ISIS sama sekali tidak mengakar dan meluas di Indonesia,” ungkapnya.

Menurut Hendrajit, kehidupan umat Islam di Indonesia telah berjalan cukup damai dan harmonis meskipun terdapat berbagai mahzab dan paham keislaman bahkan sejak awal penyebaran Islam di tanah air berabad-abad yang lalu.

Berbagai kalangan yang membesar-besarkan kemunculan ISIS di Indonesia sebagai sebuah ancaman yang cukup serius dan nyata, kiranya sama sekali tidak beralasan. Kecuali jika terkandung maksud untuk menggunakan tebar isu kehadiran ISIS untuk memicu antagonisme maupun konflik antar berbagai mahzab dan paham keislaman di Indonesia, sehingga terjadi perpepcahan antar umat beragama di Indonesia. Bahkan antar berbagai paham ke-Islaman di Indonesia.

“Kalaupun keberadaan dan peran ISIS di Indonesia memang nyata-nyata memang terjadi sebagai embrio menguatnya radikalisme kelompok-kelompok Islam, maka yang patut dipersalahkan adalah komunitas intelijen Indonesia yang telah gagal dalam mendeteksi dan memprediksi kemunculan kelompok-kelompok Islam radikal semacam ISIS atau organ-organ lain yang sejenis dengan itu,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka